Belakangan ini banyak informasi meresahkan yang beredar mengenai makanan
dan minuman yang mengandung zat pengawet berbahaya.
Padahal, bahan
tambahan pangan, baik pemanis maupun pengawet merupakan bagian dari kehidupan
di zaman moderen. Sebenarnya seberapa aman penggunaan zat tambahan pada pangan?
Kata "bahan kimia" memang,
bagi sementara kalangan awam terkesan menakutkan. Kenyataannya,l semua bahan pangan
yang kita konsumsi sebenarnya mengandung senyawa kimia. Misalnya, garam dapur
yang merupakan senyawa natrium klorida, cuka (asam asetat), bumbu masak, dan
masih banyak lagi.
Menurut guru besar pada Departemen
Teknologi Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Prof.Dr.Ir.Made Astawan,
MS, ada dua kelompok senyawa kimia, yaitu food grade atau bahan tambahan pangan
dan non-food grade, biasa digunakan untuk industri tekstil. Bahan tambahan
pangan (BTP) adalah bahan yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik itu bergizi atau tidak.
Jenis BTP yang sudah melewati
serangkaian uji ilmiah dan dinyatakan aman antara lain, pemanis buatan,
pewarna, pengawet, antioksidan, pengatur keasaman, pengeras, antikempal,
sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, dan penyedap
atau penguat rasa.
Detoksifikasi benzoat
Meski telah dinyatakan aman, Made
menyatakan, tetap ada jumlah maksimum BTP yang bisa dikonsumsi setiap hari,
yaitu jumlah miligram per kilogram berat badan. Sebagai contoh, pemanis buatan
jenis sakarin aman dikonsumsi jika jumlahnya tidak melebihi 5 mg/kg BB, atau
penggunaan asam benzoat pada minuman ringan 600 mg/kg.
Bahan pengawet yang sekarang sedang
"naik daun" karena ramai dibicarakan adalah asam benzoat dan azam
sorbat. Penggunaan kedua bahan pengawet ini cukup banyak mendominasi produk
makanan dan minuman untuk mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroba
pembusuk seperti bakteri dan jamur, dengan cara mencegah atau menghentikan
proses pembusukan.
"Iklim dan suhu di Indonesia
yang lembab merupakan kondisi yang ideal untuk perkembangan mikroba pembusuk.
Karenanya penggunaan bahan pengawet tidak dapat dihindarkan. Bahan pengawet
bekerja pada mikroba pembusuknya, bukan pada bahan pangannya, sehingga bahan
pangan tetap aman dikonsumsi," tambah Made.
Lalu bagaimana efek bahan pengawet
tersebut bagi tubuh kita ? "Asal dipakai sesuai dengan dosis maksimal yang
telah diatur, kita tak perlu khawatir karena tubuh kita memiliki sistem
detoksifikasi benzoat yang sangat efektif. Benzoat akan terbuang hingga 95
persen lewat urin" jelas Made.
Di dalam tubuh, asam benzoat akan
bergabung dengan glisin di dalam hati dan membentuk asam hippurat yang akan
dikeluarkan lewat urin. Jika masih ada yang tertinggal, benzoat akan bergabung
dengan asam glukuronat yang termetabolisme lewat urin.
Baik benzoat atau sorbat sebenarnya
bisa ditemukan secara natural pada buah dan rempah. Cengkeh, cinnamon dan buah
berry mengandung benzoat, sedangkan sorbat bisa ditemukan secara alami pada
pohon mountain ash berry.
Senada dengan penjelasan Made,
Direktur Standarisasi BPOM, Sri Irawati Susalit, menjelaskan bahwa natrium
benzoat dan kalium sorbat merupakan BTP yang diizinkan penggunaannya dalam
makanan dan minuman. Dosis maksimal benzoat dan sorbat masing-masing pada
makanan adalah 1000 mg/kg. Ia menegaskan bahwa hal tersebut sudah sesuai dengan
standar internasional, seperti FDA (badan administrasi pangan dan obat AS), FAO
(organisasi pangan dan pertanian), WHO, dan masih banyak lagi.
"Saya harap masyarakat lebih
percaya pada badan-badan yang memiliki reputasi serta kompeten dalam bidangnya,
bukan nara sumber yang mengklaim sebuah informasi tanpa dukungan bukti
ilmiah," paparnya. Untuk itu ia meminta agar masyarakat lebih kritis dalam
memilih produk dengan cara membaca kandungan bahan lewat label yang tertera
pada produk.
Sayangnya, tidak semua produsen
patuh pada Permenkes RI No.79/Menkes/1978 tentang kriteria penulisan label dan
ketentuan isi label. Mengenai hal itu, menurut Irawati, BPOM telah memiliki
prosedur untuk menegur produsen yang nakal, yaitu dengan cara penarikan produk
jika teguran dari BPOM tidak diindahkan, bahkan produk akan dimusnahkan jika
dinilai bisa merugikan kesehatan.