Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk
kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun
bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi.
Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram
dan dingin. Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi,
jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa
menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata
secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.
Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan
perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada
karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia
di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti
ada kelebihan dan kekurangan.
Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah
tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada
ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.
Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu.
Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di
sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi
kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.
Beberapa hal yang mesti diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah
tangga, yaitu :
1. Jangan melihat ke belakang
Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya
waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?” Buang jauh-jauh
lintasan pikiran ini. Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan
perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah
sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup
kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.
Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah
kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau,
na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan
membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.
2. Berpikir objektif
Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat.
Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan
pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.
Cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan
masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu
akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.
Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi
emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus
mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi
balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis,
dan kurang pengertian. Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan
bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup
kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih
kemandirian anak-anak.
3. Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya
Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita.
Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari
sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.
Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan.
Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah
tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta
bisa punya anak lebih dari satu.
Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan
kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah
merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar
biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan,
segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita
miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.
4. Saling percaya
Tanpa rasa saling percaya antara pasangan suami-istri, perkawinan tentu
tak akan berjalan mulus. Bagaimana bisa mulus jika suami atau istri selalu
mengawasi gerak-gerik kita karena ketidakpercayaannya itu? Yang muncul adalah
kegelisahan, kecurigaan, kekhawatiran, tak pernah merasa tenteram, dan
sebagainya. Ujung-ujungnya, Anda berdua justru saling menyalahkan dan menuduh.
Rasa saling percaya akan mengantarkan Anda pada perasaan aman dan nyaman.
Kuncinya, jangan sia-siakan kepercayaan yang diberikan suami Anda. Istri tak
perlu mencurigai suami, dan sebaliknya, suami juga tak perlu mencurigai istri.
Membangun rasa saling percaya juga merupakan perwujudan cinta yang dewasa.
5. Kebutuhan Seks
Perkawinan tanpa seks bisa dibilang seperti sayur tanpa garam. Hambar.
Ya, seks memang perlu. Dan meski aktivitas seks sebetulnya bertujuan untuk
memperoleh keturunan, namun manusia perlu juga mengembangkan seks untuk
mencapai kebahagiaan bersama pasangan hidupnya. Kegiatan seks mestinya adalah
penyerahan total, saling menyerahkan diri kepada suami atau istrinya sehingga
hubungan terpupuk semakin dalam. Kegiatan seks yang timpang akan menjadi
masalah serius bagi suami- istri. Uring-uringan, cekcok, dan ahkan mencari
pelampiasan di luar, merupakan akibat yang biasanya muncul jika soal yang satu
ini muncul.
Prinsip hubungan seks yang baik adalah adanya keterbukaan dan kejujuran
dalam mengungkapkan kebutuhan Anda masing-masing. Intinya, kegiatan seks adalah
untuk saling memuaskan, namun perlu dihindari adanya kesan mengeksploitasi
pasangan. Kegiatan seks yang menyenangkan akan memberikan dampak positif bagi
Anda berdua.
6. Hindari pihak ketiga
Kehidupan perkawinan merupakan otonomi tersendiri, yang sebaiknya tak
dicampuri oleh pihak lain, apalagi pihak ketiga. Kehadiran pihak ketiga yang
ikut campur tangan atau mempengaruhi dan masuk ke wilayah otoritas keluarga,
bisa menciptakan bencana bagi rumah tangga tersebut. Banyak contoh keluarga
yang hancur gara-gara pihak ketiga ikut main di dalamnya. Entah campur tangan
mertua, saudara ipar, kekasih simpanan, tetangga, dan sebagainya. Jadi, bila
Anda menginginkan kehidupan rumah tangga Anda langgeng bahagia, sebisa-bisanya
hindari campur tangan pihak ketiga.
7. Menjaga romantisme
Terkadang, pasangan suami-istri yang sudah cukup lama membangun mahligai
rumah tangga tak lagi peduli pada soal yang satu ini. Tak ada kata-kata pujian,
makan malam bersama, bahkan perhatian pun seperti barang mahal. Padahal,
menjaga romantisme dibutuhkan oleh pasangan suami-istri sampai kapan pun, tak
cuma ketika mereka berpacaran. Sekedar memberikan bunga, mencium pipi,
menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat
romantis akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup Anda. Tentu,
ujung-ujungnya pasangan suami-istri akan merasa semakin erat dan saling
membutuhkan.
8. Adakan komunikasi
8. Adakan komunikasi
Komunikasi juga merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri.
Hilangnya komunikasi berarti hilang pula salah satu pilar rumah tanga.
Bagaimana mungkin hubungan Anda dengan suami akan mulus jika menyapa pun Anda
enggan. Jika rumah tangga adalah sebuah mobil, maka komunikasi adalah rodanya.
Tanpanya, tak mungkin rasanya rumah tangga berjalan.
Banyak terjadi, suami atau istri apatis terhadap pasangannya karena
terlalu sibuk bekerja. Suami-istri bekerja, sementara anak sibuk dengan
urusannya sendiri, sehingga rumah hanya seperti tempat kos, masing-masing
pribadi tidak saling tegur sapa. Ini sama halnya menaruh bom waktu yang
sewaktu-waktu bisa meledak. Bisa-bisa, di antara Anda kemudian mencari
pelampiasan dengan mencari teman di luar untuk curhat dan tak betah lagi
tinggal di rumah. Jadi, cobalah untuk selalu menjaga komunikasi dengan suami.
Luangkan waktu untuk duduk atau ngobrol bersama, sekalipun hanya 5 menit setiap
hari. Teleponlah atau kirimkan imil pada saat Anda berdua berada di kantor Anda
masing-masing. Atau makan siang bersama. Intinya, ciptakan komunikasi, sehingga
masing-masing pribadi merasa dibutuhkan.
9. Saling memuji dan memperhatikan
9. Saling memuji dan memperhatikan
Meski sepele, pujian atau perhatian sangat besar pengaruhnya bagi suami,
dan sebaliknya. Ucapan bernada pujian akan semakin memperkuat ikatan
suami-istri. Tanpa pujian atau perhatian, bisa-bisa yang ada hanya saling
mencela dan merendahkan. Memberikan pujian ringan seperti “Masakan Mama hari
ini luar biasa, lho!” atau “Wah, Papa tambah keren pakai dasi itu.”
Ucapan-ucapan sepele seperti itu akan memberikan dorongan/semangat yang luar
biasa. Pasangan Anda pun akan merasa dihargai. Memuji tak butuh biaya atau
ongkos mahal, kok. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada
pasangan.
10. Sertakan sakralitas dalam rumah tangga
Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah
karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut
hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai
pahala yang Allah janjikan.
Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu
kepada sang pemilik masalah, Allah SWT. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah
SWT. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua
masalah yang kita hadapi.
Lakukanlah pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi,
dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara
otomatis, solusi akan terlihat di depan mata. Insya Allah!