Banyak sekali orang yang mengeluhkan
tentang pekerjaannya. Alasannya pun beragam macam, antara lain :
- Ada yang soal gaji rendah.
- Teman yang tidak bersahabat.
- Atasan yang pilih kasih.
- Karir yang tidak naik-naik.
- Dan seribu satu alasan lainnya.
Makanya, tidak heran jika setiap pagi
rasanya berat sekali untuk berangkat ke kantor. Setelah tiba di kantor juga
tidak bersungguh-sungguh mencurahkan seluruh kemampuan. Datang kesiangan,
pulang kegesitan. Seakan-akan kita ini tidak membutuhkan pekerjaan itu.
Sekarang, coba bayangkan; bagaimana seandainya besok pagi kita kehilangan
pekerjaan itu? Apakah hidup Anda akan tetap baik-baik saja? Hmmmh, barangkali
ini adalah saat yang tepat untuk kembali mensyukuri pekerjaan yang saat ini
kita miliki.
Sudahkah Anda mensyukuri pekerjaan pagi
ini?
Kehidupan kerja kita tidak selamanya
menyenangkan. Kadang Anda dimarahi pelanggan. Kadang diomeli atasan. Kadang
dijegal oleh teman. Dan masih banyak situasi sulit lainnya yang bisa
menimbulkan kekecewaan. Kita sering keliru melampiaskan kekesalan dengan
membenci pekerjaan.
Padahal, semakin benci Anda pada
pekerjaan, semakin memburuklah keadaannya. Semakin memburuk keadaannya, semakin
jauhlah Anda dari rasa syukurnya. Semakin jauh dari rasa syukur? Semakin benci
Anda pada pekerjaan. Dan terjebaklah Anda dalam kegelisahan tanpa ujung. Maka,
tidak ada pilihan lain selain menysukuri pekerjaan yang kita miliki. Karena
rasa syukur, membimbing kita untuk menemukan makna terdalam dari pekerjaan.
Memang mudah untuk dikatakan, tapi bersyukur
itu sungguh tidak gampang untuk dilakukan. Kita butuh pemahaman yang tepat
tentang makna syukur itu bagi hidup kita. Bagi Anda yang tertarik menemani saya
belajar memahami makna rasa syukur pada pekerjaan, saya ajak memulainya dengan
memahami 5 prinsip Natural Intellligence berikut ini:
1.
Rasa syukur menentukan kebahagiaan.
Rasa syukur kepada pekerjaan adalah
obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan setiap kekecewaan. Seberat apapun
beban pekerjaan yang Anda hadapi, pasti akan terasa ringan jika Anda memiliki
rasa syukur yang lebih besar dari beban itu.
Sebaliknya, seenak apapun suasana dan
imbalan yang dapatkan dari pekerjaan Anda; maka Anda akan tetap mengeluhkannya
jika rasa syukur Anda atas semua kenikmatan kerja itu terlalu kecil untuk
menghidupkan lentera nikmat dalam hati Anda. Makanya, banyak orang dengan
kedudukan dan imbalan tinggi yang masih mengeluhkan pekerjaannya. Dan banyak
orang yang pekerjaannya bejibun namun tetap gembira meski bayarannya ’tidak
seberapa’.
Keluhan bukanlah monopoli orang-orang
berkedudukan rendah. Kegembiraan juga bukan monopoli mereka yang jabatannya
tinggi. Malah kita sering menyaksikan hal yang sebaliknya. Jika kita tidak
kunjung bahagia dengan kehidupan kerja, mungkin kita perlu bersyukur lebih
banyak lagi. Mengapa? Karena rasa syukur pada pekerjaan sangat menentukan
apakah kita bahagia dengan pekerjaan itu atau tidak.
2.
Rasa syukur memberi ketabahan.
Jika boleh memilih, apakah Anda lebih
menyukai pekerjaan yang berat secara fisik, atau berat tanggungjawabnya?
Normalnya, orang-orang berpendidikan tinggi tidak menyukai pekerjaan fisik yang
berat. Meski tidak terlalu suka pada tanggungjawab yang berat, tetapi itu
adalah pilihan terbaiknya.
Pekerjaan fisik itu melelahkan dan
imbalannya rendah. Sedangkan tanggungjawab besar pada pekerjaan non fisik
diimbangi dengan ruang kerja yang nyaman nyaris tanpa keringat, pakaian
perlente, dan tentunya; bayaran yang jauh lebih tinggi. Maka, kemungkinan
besar; Anda akan memilih tangggungjawab besar daripada kerja fisik yang berat.
Normal. Tapi, mengapa banyak orang yang memegang tanggung jawab besar justru
sering ingin berhenti, atau lari ke tempat lain hanya karena merasa beban yang
harus kita pikul terasa sangat berat?
Mengapa banyak pegawai biasa-biasa saja
yang justru lebih kuat dan lebih tabah? Ternyata orang-orang biasa itu lebih
banyak bersyukur daripada kita. Dengan rasa syukur itu mereka membangun
kekuatannya. Karena rasa syukur memberi kita ketabahan.
3.
Rasa syukur melahirkan keikhlasan.
Jangan salah kaprah. Ikhlas itu tidak
sama artinya dengan tidak dibayar. Kita semua berhak untuk mendapatkan bayaran
yang sepadan atas pekerjaan atau kontribusi yang kita berikan. Ikhlas juga
bukan berarti menerima saja perlakukan tidak senonoh orang lain. Ikhlas itu
berkaitan dengan sikap mental ketika kita menerima penugasan atau
kondisi-kondisi tertentu yang belum tentu sesuai dengan keinginan kita. Ini
bisa berkaitan dengan jenis pekerjaan, lingkungan kerja, atau orang-orang yang
bekerja dengan kita.
Orang ikhlas itu jarang mengeluh. Tidak
ada yang bisa kita dapatkan dari keluhan pada pekerjaan. Justru dengan keluhan
itu hati kita semakin lelah. Produktivitas kita semakin rendah. Dan performance
appraisal kita semakin payah. Maka marilah kita belajar untuk ikhlas menerima
penugasan atau tuntutan kerja.
Marilah belajar ikhlas pada lingkungan
kerja dan orang-orang yang bekerja bersama kita. Lalu kita alokasikan energy
yang biasa kita gunakan untuk mengeluh itu menjadi daya dorong bagi pencapaian
dan prestasi tinggi kita. Dan untuk bisa ikhlas, kita butuh rasa syukur.
Mengapa? Karena keikhlasan dilahirkan dari rasa syukur atas setiap anugerah
yang kita terima melalui pekerjaan yang kita dapatkan.
4.
Rasa syukur mendorong untuk berprestasi.
Bayangkan Anda adalah orang yang
memiliki ketiga indikator ini; bahagia, tabah, dan ikhlas. Apakah dengan ketiga
indikator itu Anda bisa mencapai prestasi tertinggi di tempat kerja? Yes, tanpa
keraguan sedikitpun. Mengapa? Orang-orang yang bahagia bekerja tanpa beban
sehingga semua energy yang dimilikinya didedikasikan tanpa gangguan. Mereka
yang tabah tidak mudah menyerah saat berhadapan dengan tugas-tugas sulit,
melelahkan dan menantang.
Sedangkan keikhlasan yang dimilikinya
membuat mereka bersedia melakukan tugasnya dengan sepenuh hati sehingga tidak
ada kesempatan, peluang, energy maupun dedikasi yang disia-siakan. Maka wajar
jika orang yang bahagia, tabah dan ikhlas itu bisa melampaui kinerja kebanyakan
orang.
Dan kita sudah membahas dimuka bahwa,
kebahagiaan ditempat kerja, ketabahan dalam menjalani pekerjaan, dan keikhlasan
menerima keadaan dihasilkan dari rasa syukur kepada pekerjaan. Maka nyata
sekali jika rasa syukur itu mendorong kita untuk berprestasi tinggi. Maka
bersyukurlah atas pekerjaan Anda, karena dengan rasa syukur itu Anda bisa
mengukir prestasi yang lebih tinggi lagi.
5.
Rasa syukur memberi lebih banyak nikmat.
Guru kehidupan saya mengatakan jika
Tuhan sangat menyukai orang-orang yang bersyukur sehingga Dia tidak segan-segan
untuk menambah kenikmatan bagi mereka yang senang bersyukur. Boleh saja jika
Anda mengira hal itu hanya berlaku untuk aspek-aspek spiritual yang langsung
berhubungan dengan Tuhan. Tapi, coba bayangkan situasi ini. Anda mempunyai 2
anak buah.
Yang pertama adalah si jago komplain,
tukang mengeluh, dan tidak pernah puas atas apa yang Anda berikan kepadanya.
Yang satu lagi adalah orang yang tahu berterimakasih, lalu membalas kebaikan
Anda kepadanya dengan kesungguhan dalam bekerja, memberikan yang terbaik dari
dirinya sehingga prestasinya selalu memuaskan Anda.
Saya tidak perlu bertanya orang yang
mana yang menjadi kesayangan Anda. Saya juga tidak perlu bertanya kepada siapa
Anda akan memberi lebih banyak lagi. Sudah jelas sekali jika Tuhan menyukai
orang-orang yang bersyukur. Atasan atau pemilik perusahaan tempat kita bekerja
juga demikian.
Maka rasa syukur kita kepada pekerjaan,
benar-benar memberi kita lebih banyak lagi. Mungkin penghasilan. Mungkin
kesempatan. Mungkin kepercayaan. Atau mungkin, hal-hal lain yang tidak pernah
kita bayangkan.
Pekerjaan merupakan salah satu anugerah
terbesar dalam hidup. Dengan pekerjaan, bukan saja kita mendapatkan nafkah
untuk memenuhi kebutuhan fisik belaka. Dengan pekerjaan, kita bisa mendapatkan
ketentraman jiwa dan ketenangan hati. Pekerjaan juga memberi kita kebanggaan
dihadapan orang lain. Bisa jadi pekerjaan kita tidak gampang untuk dijalani.
Bisa jadi juga pekerjaan kita tidak
selalu menyenangkan. Mungkin pekerjaan kita belum menghasilkan imbalan yang
tinggi. Tapi percayalah, memiliki pekerjaan itu jauh lebih baik daripada
kondisi sebaliknya. Maka bagaimanapun juga, pekerjaan yang hari ini kita
miliki, sangat layak untuk kita syukuri.