Total Pengunjung

Pages

       
   

Transformator Tenaga

1.            PENDAHULUAN

1.1                 PENGERTIAN DAN FUNGSI


Transformator merupakan peralatan listrik  yang berfungsi untuk menyalurkan daya/tenaga dari tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya. Transformator menggunakan prinsip hukum induksi faraday dan hukum lorentz dalam menyalurkan daya, dimana arus bolak balik yang mengalir mengelilingi suatu inti besi maka inti besi itu akan berubah menjadi magnet. Dan apabila magnet tersebut dikelilingi oleh suatu belitan maka pada kedua ujung belitan tersebut akan terjadi beda potensial (gambar 1.1).
Gambar 1.1. Arus bolak balik mengelillingi inti besi


Arus yang mengalir pada belitan primer akan menginduksi inti besi transformator sehingga didalam inti besi akan mengalir flux magnet dan flux magnet ini akan menginduksi belitan sekunder sehingga pada ujung belitan sekunder akan terdapat beda potensial (Gambar 1.2) .


Gambar 1.2. Prinsip kerja transformator

1.2                 JENIS TRAFO

Berdasarkan fungsinya transformator tenaga dapat dibedakan menjadi:
  • Trafo pembangkit
  • Trafo gardu induk / penyaluran
  • Trafo distribusi

Transformator tenaga untuk fungsi penyaluran dapat dibedakan menjadi:
  • Trafo besar
  • Trafo sedang
  • Trafo kecil

1.3                  BAGIAN – BAGIAN TRANSFORMATOR DAN FUNGSINYA

           

1.3.1             Electromagnetic Circuit (Inti besi)


Inti besi digunakan sebagai media jalannya flux yang timbul akibat induksi arus bolak balik pada kumparan yang mengelilingi inti besi sehingga dapat menginduksi kembali ke kumparan yang lain. Dibentuk dari lempengan – lempengan besi tipis berisolasi yang di susun sedemikian rupa.

Gambar 1.3. Inti besi

1.3.2             Current carying circuit (Winding)


Belitan terdiri dari batang tembaga berisolasi yang mengelilingi inti besi, dimana saat arus bolak balik mengalir pada belitan tembaga tersebut, inti besi akan terinduksi dan menimbulkan flux magnetik.
Gambar 1.4. Belitan trafo

1.3.3              Bushing


Bushing merupakan sarana penghubung antara belitan dengan jaringan luar. Bushing terdiri dari sebuah konduktor yang diselubungi oleh isolator. Isolator  tersebut berfungsi sebagai penyekat antara konduktor bushing dengan body main tank transformator.


Gambar 1.5. Bagian – bagian dari bushing



Gambar 1.6. Bushing


Secara garis besar bushing dapat dibagi menjadi empat bagian utama yaitu isolasi, konduktor, klem koneksi, dan asesoris. Isolasi pada bushing terdiri dari dua jenis yaitu oil impregnated paper dan resin impregnated paper. Pada tipe oil impregnated paper isolasi yang digunakan adalah kertas isolasi dan minyak isolasi sedangkan pada tipe resin impregnated paper isolasi yang digunakan adalah kertas isolasi dan resin.



Gambar 1.7. kertas isolasi pada bushing (oil impregnated paper bushing)


Gambar 1.8. konduktor bushing dilapisi kertas isolasi


Terdapat jenis-jenis konduktor pada bushing yaitu hollow conductor dimana terdapat besi pengikat atau penegang ditengah lubang konduktor utama, konduktor pejal dan flexible lead.


Klem koneksi merupakan sarana pengikat antara stud bushing dengan konduktor penghantar diluar bushing.


Asesoris bushing terdiri dari indikasi minyak, seal atau gasket dan tap pengujian. Seal atau gasket pada bushing terletak dibagian bawah mounting flange.



Gambar 1.9. Gasket / seal antara flange bushing dengan body trafo


Gambar 1.10. Indikator level minyak bushing

1.3.4              Pendingin


Suhu pada transformator yang sedang beroperasi akan dipengaruhi oleh kualitas tegangan jaringan, losses pada trafo itu sendiri dan suhu lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi kertas pada transformator. Oleh karena itu pendinginan yang efektif sangat diperlukan.


sMinyak isolasi transformator selain merupakan media isolasi juga berfungsi sebagai pendingin. Pada saat minyak bersirkulasi, panas yang berasal dari belitan akan dibawa oleh minyak sesuai jalur sirkulasinya dan akan didinginkan pada sirip – sirip radiator.  Adapun proses pendinginan ini dapat dibantu oleh adanya kipas dan pompa sirkulasi guna meningkatkan efisiensi pendinginan.


Tabel 1.1 Macam macam pendingin pada transformator




Gambar 1.11. Radiator

1.3.5              Oil preservation & expansion (Konservator)


Saat terjadi kenaikan suhu operasi pada transformator, minyak isolasi akan memuai sehingga volumenya bertambah. Sebaliknya saat terjadi penurunan suhu operasi, maka minyak akan menyusut dan volume minyak akan turun. Konservator digunakan untuk menampung minyak pada saat transformator mengalamui kenaikan suhu.



Gambar 1.12. Konservator


Seiring dengan naik turunnya volume minyak di konservator akibat pemuaian dan penyusutan minyak, volume udara didalam konservator pun akan bertambah dan berkurang. Penambahan atau pembuangan udara didalam konservator akan berhubungan dengan udara luar. Agar minyak isolasi transformator tidak terkontaminasi oleh kelembaban dan oksigen dari luar, maka udara yang akan masuk kedalam konservator akan difilter melalui silicagel.


Gambar 1.13. Silica gel


Untuk menghindari agar minyak trafo tidak berhubungan langsung dengan udara luar, maka saat ini konservator dirancang dengan menggunakan brether bag/rubber bag, yaitu sejenis balon karet yang dipasang didalam tangki konservator.


Gambar 1.14. Konstruksi konservator dengan rubber bag

1.3.6              Dielectric ( Minyak isolasi transformator & Isolasi kertas )

Minyak Isolasi trafo

Minyak isolasi pada transformator berfungsi sebagai media isolasi, pendingin dan pelindung belitan dari oksidasi. Minyak isolasi trafo merupakan minyak mineral yang secara umum terbagi menjadi tiga jenis, yaitu parafinik, napthanik dan aromatik. Antara ketiga jenis minyak dasar tersebut tidak boleh dilakukan pencampuran karena memiliki sifat fisik maupun kimia yang berbeda.



Gambar 1.15. Minyak Isolasi Transformator


Didalam standar IEC 60422 telah dicantumkan parameter-parameter minyak isolasi dengan batasan-batasan minimum untuk minyak isolasi yang baru dimasukan kedalam peralatan sebelum energize.

Tabel 1.2 Batasan nilai parameter minyak isolasi yang baru dimasukan kedalam peralatan sebelum dilakukan proses energize


Kertas isolasi trafo
Isolasi kertas berfungsi sebagai isolasi, pemberi jarak, dan memiliki kemampuan mekanis.



Gambar 1.16. Tembaga yang dilapisi kertas isolasi

1.3.7              Tap Changer

Kestabilan tegangan dalam suatu jaringan merupakan salah satu hal yang dinilai sebagai kualitas tegangan. Transformator dituntut memiliki nilai tegangan output yang stabil sedangkan besarnya tegangan input tidak selalu sama. Dengan mengubah banyaknya belitan pada sisi primer  diharapkan dapat merubah ratio antara belitan primer dan sekunder dan dengan demikian tegangan output/sekunder pun dapat disesuaikan dengan kebutuhan sistem berapapun tegangan input/primernya. Penyesuaian ratio belitan ini disebut Tap changer.

Proses perubahan ratio belitan ini dapat dilakukan pada saat trafo sedang berbeban (On load tap changer) atau saat trafo tidak berbeban (Off load tap changer).

Tap changer terdiri dari :
  • Selector Switch
  • Diverter Switch
  • Tahanan transisi

Dikarenakan aktifitas tap changer lebih dinamis dibanding dengan belitan utama dan inti besi, maka kompartemen antara belitan utama dengan tap changer dipisah.
Selector switch merupakan rangkaian mekanis yang terdiri dari terminal terminal untuk menentukan posisi tap atau ratio belitan primer.

Diverter switch merupakan rangkaian mekanis yang dirancang untuk melakukan kontak atau melepaskan kontak dengan kecepatan yang tinggi.

Tahanan transisi merupakan tahanan sementara yang akan dilewati arus primer pada saat perubahan tap.


Keterangan :
1. Kompartemen Diverter Switch
2. Selektor Switch

Gambar 1.17. OLTC pada transformator

Media pendingin atau pemadam proses switching pada diverter switch yang dikenal sampai saat ini terdiri dari dua jenis, yaitu media minyak dan media vaccum. Jenis pemadaman dengan media minyak akan menghasilkan energi arcing yang membuat minyak terurai menjadi gas C2H2 dan karbon sehingga perlu dilakukan penggantian minyak pada periode tertentu. Sedangkan dengan metoda pemadam vaccum proses pemadaman arcing pada waktu switching akan dilokalisir dan tidak merusak minyak.



a.                                                                                                                    b.

Gambar 1.18. kontak switching pada diverter switch
(a. media pemadam arcing menggunakan minyak,
b. media pemadam arcing menggunakan kondisi vaccum )

1.3.8              NGR (Neutral Grounding Resistant)

Salah satu metoda pentanahan adalah dengan menggunakan NGR. NGR adalah sebuah tahanan yang dipasang serial dengan neutral sekunder pada transformator sebelum terhubung ke ground/tanah. Tujuan dipasangnya NGR adalah untuk mengontrol besarnya arus gangguan yang mengalir dari sisi neutral ke tanah.

Ada dua jenis NGR, Liquid dan Solid

1.    Liquid
berarti resistornya menggunakan larutan air murni yang ditampung didalam bejana dan ditambahkan garam (NaCl) untuk mendapatkan nilai resistansi yang diinginkan

2.    Solid
Sedangkan NGR jenis padat terbuat dari Stainless Steel, FeCrAl, Cast IronCopper Nickel atau Nichrome yang diatur sesuai nilai tahanannya.






Gambar 1.19. Neutral grounding resistance (NGR)

1.3.9              Proteksi transformator

Rele Bucholz
Pada saat transformator mengalami gangguan internal yang berdampak kepada suhu yang sangat tinggi dan pergerakan mekanis didalam transformator, maka akan timbul tekanan aliran minyak yang besar dan pembentukan gelembung gas yang mudah terbakar. Tekanan atau gelembung gas tersebut akan naik ke konservator melalui pipa penghubung dan rele bucholz.

Tekanan minyak maupun gelembung gas ini akan dideteksi oleh rele bucholz sebagai indikasi telah terjadinya gangguan internal.





Rele Bucholz











Rele bucholz mengindikasikan Alarm saat gas yang terbentuk terjebak di rongga rele bucholz dengan mengaktifkan satu pelampung








Rele bucholz mengindikasikan Trip saat gas yang terbentuk terjebak di rongga rele bucholz dengan mengaktifkan kedua pelampung








Rele bucholz mengindikasikan Trip saat muncul tekanan minyak yang tinggi ke arah konservator




Gambar 1.20. Rele bucholz


Rele Jansen
Sama halnya seperti rele Bucholz yang memanfaatkan tekanan minyak dan gas yang terbentuk sebagai indikasi adanya ketidaknormalan / gangguan, hanya saja rele ini digunakan untuk memproteksi kompartemen OLTC. Rele ini juga dipasang pada pipa saluran yang menghubungkan kompartemen OLTC dengan konservator.

Suden Pressure
Rele sudden pressure ini didesain sebagai titik terlemah saat tekanan didalam trafo muncul akibat gangguan. Dengan menyediakan titik terlemah maka tekanan akan tersalurkan melalui sudden pressure dan tidak akan merusak bagian lainnya pada maintank.






Gambar 1.21. Rele sudden pressure

Rele Thermal
Suhu pada transformator yang sedang beroperasi akan dipengaruhi oleh kualitas tegangan jaringan, losses pada trafo itu sendiri dan suhu lingkungan. Suhu operasi yang tinggi akan mengakibatkan rusaknya isolasi kertas pada transformator.

Untuk mengetahui suhu operasi dan indikasi ketidaknormalan suhu operasi pada transformator digunakan rele thermal. Rele thermal ini terdiri dari sensor suhu berupa thermocouple, pipa kapiler dan meter penunjukan.




Gambar 1.22. Bagian-bagian dari rele thermal

1.4                 FAILURE MODEAND EFFECT ANALYSIS (FMEA)

FMEA merupakan suatu metode untuk menganalisa penyebab kegagalan pada suatu peralatan. Pada buku pedoman pemeliharaan ini FMEA menjadi dasar untuk menentukan komponen-komponen yang akan diperiksa dan dipeliharaan.

FMEA atau Failure Modes Effects Analysis dibuat dengan cara :
  • Mendifinisikan sistem (peralatan) dan fungsinya
  • Menentukan sub sistem dan fungsi tiap subsistem
  • Menentukan functional failure tiap subsistem
  • Menentukan failure mode tiap subsistem

1.4.1              Mendefinisikan Sistem (peralatan) dan Fungsinya

Definisi : kumpulan komponen yang secara bersama-sama bekerja membentuk satu fungsi atau lebih.

1.4.2              Menentukan Sub Sistem dan Fungsi Tiap Subsistem

Definisi : peralatan dan/atau komponen yang bersama-sama membentuk satu fungsi. Dari fungsinya subsistem berupa unit yang berdiri sendiri dalam suatu system.

1.4.3              Menentukan Functional Failure Tiap Subsistem

Functional Failure adalah ketidakmampuan suatu asset untuk dapat bekerja sesuai fungsinya berdasarkan standar unjuk kerja yang dapat diterima pemakai.

1.4.4              Menentukan Failure Mode Tiap Subsistem

Failure Mode adalah setiap kejadian yang mengakibatkan functional failure.

1.4.5              FMEA Trafo


Didalam FMEA trafo terdiri dari subsistem trafo, Fun
ctional Failure pada trafo, Failure Mode pada trafo (lampiran – 1).

FMECA (Failure mode and effect critical analysis) merupakan metoda untuk mengetahui resiko kegagalan sebuah subsistem pada sebuah sistem peralatan. Dengan mengkombinasikan data gangguan dengan FMEA maka akan diketahui peluang-peluang kegagalan pada setiap sub sistem dalam FMEA. Hal ini dapat dijadikan acuan dalam menerapkan metoda pemeliharaan yang optimal dengan tingkat kegagalan yang bervariasi.

2.        PEDOMAN PEMELIHARAAN

2.1                  IN SERVICE INSPECTION

In Service inspection adalah kegiatan inspeksi yang dilakukan pada saat transformator dalam kondisi bertegangan / operasi. Tujuan dilakukannya in service inspection adalah untuk mendeteksi secara dini ketidaknormalan yang mungkin terjadi didalam trafo tanpa melakukan pemadaman.

Subsistem trafo yang dilakukan in service inspection adalah sebagai berikut:
  • Bushing
  • Pendingin
  • Pernafasan
  • Sistem kontrol dan proteksi
  • OLTC
  • Struktur mekanik
  • Meter suhu / temperature
  • Sistem monitoring thermal
  • Belitan
  • NGR – Neutral grounding Resistor
  • Fire Protection

2.2                  IN SERVICE MEASUREMENT

In Service Measurement adalah kegiatan pengukuran / pengujian yang dilakukan pada saat transformator sedang dalam keadaan bertegangan / operasi (in service). Tujuan dilakukannya in service measurement adalah untuk mengetahui kondisi trafo lebih dalam tanpa melakukan pemadaman.

2.2.1              Thermovisi / Thermal image

Pada saat trafo dalam keadaan operasi, bagian trafo yang dialiri arus akan menghasilkan panas. Panas pada radiator trafo  dan maintank yang berasal dari belitan trafo akan memiliki tipikal suhu bagian atas akan lebih panas dari bagian bawah secara gradasi. Sedangkan untuk bushing, suhu klem pada stud bushing akan lebih panas dari sekitarnya.

Suhu yang tidak normal pada trafo dapat diartikan sebagai adanya ketidaknormalan pada bagian atau lokasi tersebut. Metoda pemantauan suhu trafo secara menyeluruh untuk melihat ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo dilakukan dengan menggunakan thermovisi / thermal image camera.



Gambar 2.1. Kamera thermovisi / thermal image camera

Lokasi-lokasi pada trafo yang dipantau dengan thermovisi / thermal image camera adalah sebagai berikut :

1.            Maintank
2.            Tangki OLTC
3.            Radiator
4.            Bushing
5.            Klem-klem pada setiap bagian yang ada
6.            Tangki konservator
7.            NGR

Pada setiap pengukuran menggunakan thermovisi / thermal image camera, secara umum dilakukan pengukuran suhu pada tiga titik (atas, tengah, dan bawah). Pada display / tampilan alat, objek yang di monitor akan terlihat tertutupi sebuah lapisan gradasi warna atau gradasi hitam putih. Warna–warna yang muncul akan mewakili besaran suhu yang terbaca pada objek. Disamping kanan tampilan / display dilengkapi dengan batang korelasi antara warna dengan suhu sebagai referensi warna-warna yang muncul pada tampilan.

Pengukuran thermovisi pada maintank dan OLTC trafo dilakukan pada tiga posisi yaitu bawah, tengah dan atas untuk mengetahui gradasi panas pada trafo yang mewakili normal tidaknya proses operasi dari trafo.

Sama halnya seperti pengukuran thermovisi pada maintank trafo, pengukuran thermovisi pada sirip pendingin dilakukan pada tiga titik untuk mengetahui efisiensi dari proses pendinginan sirip trafo tersebut.

Pengukuran pada bushing trafo adalah dengan melihat titik yang paling panas dalam sebuah bushing dan membandingkan karakteristik suhu terhadap fasa lainnya.

Untuk pengukuran konservator dan NGR dilihat tiga titik secara vertikal untuk mengetahui karakteristik suhu peralatan




Gambar 2.2. Hasil pengukuran thermovisi pada maintank dan radiator



Gambar 2.3. Hasil pengukuran thermovisi pada OLTC



Gambar 2.4. Hasil pengukuran thermovisi pada bushing




Gambar 2.5. Hasil pengukuran thermovisi pada konservator




Gambar 2.6. Hasil pengukuran thermovisi pada NGR

2.2.2              Dissolved Gas Analysis (DGA)

Trafo sebagai peralatan tegangan tinggi tidak lepas dari kemungkinan mengalami kondisi abnormal, dimana pemicunya dapat berasal dari internal maupun external trafo. Ketidaknormalan ini akan menimbulkan dampak terhadap kinerja trafo. Secara umum, dampak/akibat ini dapat berupa overheat, corona dan arcing

Salah satu metoda untuk mengetahui ada tidaknya ketidaknormalan pada trafo adalah dengan mengetahui dampak dari ketidaknormalan trafo itu sendiri. Untuk mengetahui dampak ketidaknormalan pada trafo digunakan metoda DGA (Dissolved gas analysis).

Pada saat terjadi ketidaknormalan pada trafo, minyak isolasi sebagai rantai hidrocarbon akan terurai akibat besarnya energi ketidaknormalan dan akan membentuk gas-gas hidrokarbon yang larut dalam minyak isolasi itu sendiri. Pada dasarnya DGA adalah proses untuk menghitung kadar/nilai dari gas-gas hidrokarbon yang terbentuk akibat ketidaknormalan. Dari komposisi kadar/nilai gas-gas itulah dapat diprediksi dampak-dampak ketidaknormalan apa yang ada di dalam trafo, apakah overheat, arcing atau corona.

Gas gas yang dideteksi dari hasil pengujian DGA adalah H2 (hidrogen), CH4 (Methane), N2 (Nitrogen), O2 (Oksigen), CO (Carbon monoksida), CO2 (Carbondioksida), C2H4 (Ethylene), C2H6 (Ethane), C2H2 (Acetylene).

Secara garis besar gas gas yang larut didalam minyak isolasi trafo akan diekstraksi/dipisahkan dari minyak isolasi itu sendiri terlebih dahulu sehingga nantinya gas tersebut dapat diuraikan dan diketahui kadarnya.



Gambar 2.7. Gas Extractor tipe head space

Setelah terpisah antara gas dengan minyak, gas tersebut akan diuraikan kembali berdasarkan jenis gas nya dengan menggunakan metoda chromatography.



Gambar 2.8. Skema Chromatography

Gas gas yang telah terurai akan dideteksi oleh detektor berupa sinyal. Sinyal ini lah yang nantinya digunakan untuk mengetahui jumlah kadar gas dengan memperhitungkan luas sinyal tiap tiap gas. Pengujian ini mengacu pada standar ASTM D 3613





Gambar 2.9. Sinyal dari gas gas yang dideteksi oleh detektor





Gambar 2.10. Alat uji DGA – dengan jenis extractor stripper

2.2.3              Pengujian kualitas minyak isolasi (Karakteristik)

Oksidasi dan kontaminan adalah hal yang dapat menurunkan kualitas minyak yang berarti dapat menurunkan kemampuannya sebagai isolasi. Oksidasi pada minyak isolasi trafo juga akan ikut andil dalam penurunan kualitas kertas isolasi trafo.

Pada saat minyak isolasi mengalami oksidasi, maka minyak akan menghasilkan asam. Asam ini apabila bercampur dengan air dan suhu yang tinggi akan mengakibatkan proses hydrolisis pada isolasi kertas. Proses hydrolisis ini akan menurunkan kualitas kertas isolasi.



Gambar 2.11. Proses penurunan kualitas kertas isolasi trafo akibat oksidasi di minyak isolasi

Untuk mengetahui ada tidaknya kontaminan atau terjadi tidaknya oksidasi didalam minyak dilakukanlah pengujian oil quality test (karakteristik).

Pengujian oil quality test melingkupi beberapa pengujian yang metodanya mengacu pada standar IEC 60422. Adapun jenis pengujiannya berupa :

Pengujian kadar air
Fungsi minyak trafo sebagai media isolasi di dalam trafo dapat menurun seiring banyaknya air yang mengotori minyak. Oleh karena itu dilakukan pengujian kadar air untuk mengetahui seberapa besar kadar air yang terlarut / terkandung di minyak.

Metoda yang dipakai adalah metoda Karl Fischer. Metoda ini menggunakan satu buah elektroda dan satu buah generator. Generator berfungsi menghasilkan senyawa Iodin yang berfungsi sebagai titer / penetral kadar air sedangkan Elektroda berfungsi sebagai media untuk mengetahui ada tidaknya kadar air di dalam minyak. Perhitungan berapa besar kadar air di dalam minyak dilihat dari berapa banyak Iodin yang di bentuk pada reaksi tersebut.



Gambar 2.12. Alat uji kadar air dalam minyak
(KF – Karl Fischer)

Adapun satuan dari hasil pengujian ini adalah ppm (part per million) yang didapat dari perbandingan antara banyaknya kadar air dalam mg terhadap 1 kg minyak. Pengujian ini mengacu pada standar IEC 60814

Banyaknya kadar air didalam minyak akan dipengaruhi oleh suhu operasi trafo. Karena sistem isolasi didalam trafo terdiri dari dua buah isolasi, yaitu minyak dan kertas dimana difusi air antara kedua isolasi tersebut dipengaruhi oleh suhu operasi trafo.  Untuk mendapatkan nilai referensi sehingga nantinya hasil pengujian dapat dibandingkan terhadap batasan pada standar IEC 60422 perlu dilakukan koreksi hasil pengujian kadar air terhadap suhu 20 oC yaitu dengan mengalikan dengan faktor koreksi.



Ket :
f= faktor koreksi
ts = Suhu minyak pada waktu diambil (sampling)

Contoh :
Kadar air hasil pengukuran     = 10 mg/kg
Suhu sampling (ts)                              = 40 oC
Correction factor                                 = 0,45
Kadar air terkoreksi                            = 10  x  0,45  = 4,5 mg/kg


Pengujian tegangan tembus
Pengujian tegangan tembus dilakukan untuk mengetahui kemampuan minyak isolasi dalam menahan stress tegangan. Minyak yang jernih dan kering akan menunjukan nilai tegangan tembus yang tinggi. Air bebas dan partikel solid, apalagi gabungan antara keduanya dapat menurunkan tegangan tembus secara dramatis. Dengan kata lain pengujian ini dapat menjadi indikasi keberadaan kontaminan seperti kadar air dan partikel. Rendahnya nilai tegangan tembus dapat mengindikasikan keberadaan salah satu kontaminan tersebut, dan tingginya tegangan tembus belum tentu juga mengindikasikan bebasnya minyak dari semua jenis kontaminan. Pengujian ini mengacu standar IEC 60156.



Gambar 2.13. Alat uji tegangan tembus

Pengujian kadar asam
Minyak yang rusak akibat oksidasi akan menghasilkan senyawa asam yang akan menurunkan kualitas kertas isolasi pada trafo. Asam ini juga dapat menjadi penyebab proses korosi pada tembaga dan bagian trafo yang terbuat dari bahan metal.

Untuk mengetahui seberapa besar asam yang terkandung di minyak, dilakukan pengujian kadar asam pada minyak isolasi. Besarnya kadar asam pada minyak juga dapat dijadikan sebagai dasar apakah minyak isolasi trafo tersebut harus segera dilakukan reklamasi atau diganti.

Pada dasarnya minyak yang akan diuji dicampur dengan larutan alkohol dengan komposisi tertentu lalu campuran tersebut (bersifat asam) di titrasi (ditambahkan larutan) dengan larutan KOH (bersifat basa). Perhitungan berapa besar asam yang terkandung didalam minyak didasarkan dari berapa banyak KOH yang dilarutkan. Pengujian ini mengacu pada standar IEC 62021 – 1



Gambar 2.14. Alat uji kadar asam

pengujian tegangan antar muka
Pengujian IFT antara minyak dengan air dimaksudkan untuk mengetahui keberadaan polar contaminant yang larut dari hasil proses pemburukan. Karakteristik dari ift akan mengalami penurunan nilai yang sangat drastis seiring tingginya tingkat penuaan pada minyak isolasi. Ift juga dapat mengindikasi masalah pada minyak isolasi terhadap material isolasi lainnya. Atau terjadinya kesalahan pada saat pengisian minyak yang berdampak pada tercemarnya minyak isolasi. Pengujian ini mengacu kepada standar ASTM D 971-99a.



Gambar 2.15. Alat pengujian tegangan antar muka
(Inter Facial Tension - IFT)

Karena nilai IFT sejalan dengan proses penuaan pada minyak isolasi trafo, maka nilai IFT dapat dijadikan konfirmasi setelah ditemukan nilai kadar asam yang tidak normal.



Gambar 2.16. Hubungan Kadar asam dengan IFT


Pengujian warna minyak
Warna minyak isolasi trafo akan berubah seiring penuaan yang terjadi pada minyak dan dipengaruhi oleh material material pengotor seperti karbon. Pengujian minyak pada dasarnya membandingkan warna minyak terpakai dengan minyak yang baru. Pengujian ini mengacu kepada standar ISO 2049



Gambar 2.17. Alat uji warna minyak

Pengujian sediment
Banyak material yang dapat mengkontaminasi minyak trafo, seperti karbon dan endapan Lumpur (sludge). Pengujian sediment ini bertujuan mengukur seberapa banyak (%) zat pengotor terhadap minyak isolasi trafo. Pengujian ini pada dasarnya membandingkan berat endapan yang tersaring dengan berat minyak yang diuji. Pengujian ini mengacu kepada standar IEC 60422 – Annex C



Gambar 2.18. Alat pengujian Sediment

Pengujian titik nyala api
Pengujian titik nyala api atau flash point dilakukan dengan menggunakan sebuah perangkat yang berfungsi memanaskan minyak secara manual ( heater atau kompor ). Dimana diatas cawan pemanas tersebut di letakan sumber api yang berasal dari gas. Sumber api ini berfungsi sebagai pemancing saat mulai terbakarnya minyak. Seiring dengan lamanya proses pemanasan, suhu minyak pun akan mengalami peningkatan. Pada suhu tertentu minyak akan terbakar dengan sumber api sebagai media pembakarnya. Suhu tersebut merupakan titik nyala api. Pengujian ini mengacu kepada ISO 2719



Gambar 2.19. Alat pengujian titik nyala api (flash point)

Tangen delta minyak
Salah satu pengujian yang dilakukan terhadap minyak isolasi adalah pengujian tangen delta. Besar kecilnya nilai tangen delta akan dipengaruhi kontaminasi polar yang terlarut di minyak, produk penuaan dan koloid. Dari hasil pengujian tangen delta dapat diketahui sejauh mana minyak isolasi mengalami penuaan / ageing. Pengujian ini mengacu kepada standar IEC 60247.


  

Gambar 2.20. Alat pengujian tangen delta minyak

Metal in Oil
Pengujian metal in oil digunakan sebagai pelengkap dari pengujian DGA. Saat DGA mengindikasikan kemunculan kemungkinan gangguan, pengujian metal in oil akan membantu menentukan jenis gangguan dan lokasinya.

Gangguan dengan energy yang tinggi tidak hanya menurunkan kualitas isolasi trafo (minyak, kertas, kayu dll) tapi juga menghasilkan partikel partikel metal yang tersebar di minyak. Partikel ini akan didistribusikan kesemua bagian trafo dikarenakan proses sirkulasi. Beberapa komponen trafo manghasilkan partikel metal yang khusus. Partikel metal ini dapat ditemukan sebagai unsur tunggal atau sebagai senyawa. Jenis metal dapat membantu dalam menentukan komponen mana yang mengalami gangguan.

Metal yang mungkin ditemukan didalam minyak trafo adalah aluminium, tembaga, besi, karbon, perak, timah dan seng. Contohnya tembaga dapat ditemukan pada belitan dan juga perunggu atau kuningan. Carbon dapat ditemukan pada sambungan join, konektor dan komponen lainnya. Besi berlokasi pada belitan dan tangki trafo, sebagaimana aluminium dapat ditemukan pada belitan, corona shield, dan bushing keramik. Lugs, baut, konektor dan komponen semacamnya terbuat dari timah, tembaga dan seng.

Analisa metal in oil dapat dilakukan dengan metoda yang berbeda. Atomic absorption spectroscopy(AA) dan inductive coupled plasma spectrometry(ICP) merupakan dua buah metoda lainnya yang digunakan untuk mengukur kadar metal di minyak. Biasanya partikel metal yang terkandung di sample minyak akan dibakar pada suhu tinggi untuk menghasilkan atom metal yang bersifat bebas.  Kemunculan dari atom atom ini pada metoda AA dan ICP dapat di ukur banyaknya dengan mengukur penyerapan atau pengemisian dari frekuensi tersendiri pada spektrum radiasi oleh atom metal bebas terhadap standar.  Pengujian ini mengacu kepada IEC 60247


2.2.4              Pengujian Furan

Isolasi kertas merupakan bagian dari sistem isolasi trafo. Isolasi kertas berfungsi sebagai media dielektrik, menyediakan kekuatan mekanik dan spacing. Panas yang berlebih dan by-product dari oksidasi minyak dapat menurunkan kualitas minyak isolasi. Proses penurunan isolasi kertas merupakan proses depolimerisasi. Pada proses depolimerisasi isolasi kertas yang merupakan rantai hidrokarbon yang panjang akan terputus/terpotong potong dan akhirnya akan menurunkan kekuatan tensile dari isolasi kertas itu sendiri. Proses depolimerisasi akan selalu diiringi oleh terbentuknya gugus furan. Nilai furan yang terbentuk akan sebanding dengan tingkat DP (degree of polimerization)

Dari informasi besarnya kandungan gugus furan yang dalam hal ini hanya 2Fal (2-Furfural) yang terdeteksi, dapat diketahui estimasi atau perkiraan kondisi DP yang dialami isolasi kertas dan estimasi sisa umur daripada kertas isolasi tersebut (Estimated percentage of remaining life – %Eprl).




Rumus perhitungan estimasi DP & %Eprl

Bila nilai 2-Fal yang diketahui dari hasil pengujian furan diolah berdasarkan perhitungan diatas, maka akan didapat estimasi DP & %Eprl.

2.2.5              Pengujian Corrosive Sulfur

Salah satu yang dapat menurunkan kualitas isolasi kertas pada trafo adalah corrosive sulfur yang terkandung di dalam minyak isolasi trafo.

Corrosive sulfur adalah senyawa sulfur yang bersifat tidak stabil terhadap suhu yang berada di minyak isolasi yang dapat menyebabkan korosi pada komponen tertentu dari trafo seperti tembaga dan perak.

Senyawa sulfur yang terkandung di dalam minyak isolasi saat bersentuhan dengan Tembaga (Cu) maka akan bereaksi dengan tembanga (Cu) dari belitan trafo tersebut. Tidak memerlukan panas dalam reaksi tersebut, namun dengan adanya peningkatan suhu maka reaksi akan lebih cepat. Reaksi ini akan menghasilkan Copper Sulfide yang akan terbentuk dipermukaan tembaga dan meresap kedalam lapisan isolasi kertas yang membungkus belitan trafo. Karena sifat dari copper sulfide adalah konduktor maka semakin banyak senyawa tersebut terbentuk maka akan semakin banyak juga penurunan kekuatan isolasi dari kertas tersebut.


Gambar 2.21. Tingkatan Corrosive sulfur
Metoda pengujian corrosive sulfur mengacu kepada standar ASTM D 1275 / 1275 b. Tingkatan korosif suatu minyak ditunjukan dengan perubahan warna pada media uji berupa tembaga (Cu).

2.2.6              Pengujian Partial Discharge

Kegagalan pada isolasi dapat diindikasikan dengan munculnya partial discharge. Partial discharge (peluahan parsial) adalah peristiwa pelepasan/ loncatan bunga api listrik yang terjadi pada suatu bagian isolasi (pada rongga dalam atau permukaan) sebagai akibat adanya beda potensial yang tinggi dalam isolasi tersebut. Partial discharge dapat terjadi pada bahan isolasi cair maupun isolasi gas. Mekanisme kegagalan pada bahan isolasi padat meliputi kegagalan asasi(intrinsik), elektro mekanik, streamer, thermal dan kegagalan erosi. Kegagalan pada bahan isolasi cair disebabkan adanya kavitasi, adanya butiran pada zat cair dan tercampurnya bahan isolasi cair. Pada bahan isolasi gas mekanisme townsend dan mekanisme streamer merupakan penyebab kegagalan.

2.2.7              Vibrasi & Noise

Noise pada trafo dikarenakan adanya fenomena yang disebut magnetostriction. Arti sederhananya adalah jika sebuah lapisan baja diberi medan magnet maka akan membuat lapisan tersebut memuai, namun pada saat medan tersebut dihilangkan, maka lapisan tersebut akan kembali kepada ukuran yang sebenarnya. Sumber magnet pada Transformator bersumber dari tegangan dan arus bolak balik, oleh karena itu bagian metal yang termagnetisasi akan memuai dan mengkerut dua kalinya selama cycle magnetisasi.  

Pemuaian dan proses mengkerut ini tidaklah seragam, dampak pemuaian dan proses mengkerut ini bervariasi pada sepanjang lapisan. Inti belitan transformator terbuat dari banyak lapisan baja khusus. Dibuat sedemikian rupa untuk mengurangi losses dan mengurangi dampak dari efek panas. Jika pemuaian dan proses mengkerut yang digambarkan diatas terjadi secara tidak menentu pada sepanjang permukaan dan setiap lapisan berperilaku tidak beraturan satu sama lain, maka dapat dibayangkan seperti apa pergerakan konstruksinya saat terjadi pemuaian. Tentu saja tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, setidaknya hal ini berdampak pada munculnya vibrasi dan noise.

Adapun alat yang dipakai untuk mengukur tingkat noise yang muncul adalah Sound level meter/Noise detector.


2.3                  SHUTDOWN TESTING / MEASUREMENT

Shutdown testing / measurement adalah pekerjaan pengujian yang dilakukan pada saat transformator dalam keadaan padam. Pekerjaan ini dilakukan pada saat pemeliharaan rutin maupun pada saat investigasi ketidaknormalan.

2.3.1              Pengukuran tahanan isolasi

Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi antara belitan dengan ground atau antara dua belitan. Metoda yang umum dilakukan adalah dengan memberikan tegangan dc dan merepresentasikan kondisi isolasi dengan satuan megohm. Tahanan isolasi yang diukur merupakan fungsi dari arus bocor yang menembus melewati isolasi atau melalui jalur bocor pada permukaan eksternal.  Pengujian tahanan isolasi dapat dipengaruhi suhu, kelembaban dan jalur bocor pada permukaan eksternal seperti kotoran pada bushing atau isolator. Megaohm meter biasanya memiliki kapasitas pengujian 500, 1000 atau 2500 V dc.


Gambar 2.22. Alat ukur MegOhm meter

Test Index Polarisasi
Tujuan dari pengujian index polarisasi adalah untuk memastikan peralatan tersebut layak dioperasikan atau bahkan untuk dilakukan overvoltage test. Index polarisasi merupakan rasio tahanan isolasi saat menit ke 10 dengan menit ke 1 dengan tegangan yang konstant.

Arus total yang yang muncul saat memberikan tegangan dc steady state terdiri dari:
1.    Charging current karena sifat kapasitansi dari isolasi yang diukur. Arus ini turun dari nilai maksimum ke nol sangat cepat.
2.    Absorption current karena molecular charge shifting pada isolasi. Arus transien ini menghilang sampai nol lebih lambat
3.    leakage current merupakan arus konduksi nyata pada isolasi. Leakage current bervariasi tergantung tegangan uji. Juga termasuk arus bocor dikarenakan kebocoran pada permukaan akibat kontaminasi.

Leakage current meningkat lebih cepat dengan kehadiran moisture dibanding absorption current, pembacaan megaohm tidak akan meningkat seiring waktu layaknya antara kecepatan pada isolasi buruk dengan cepatnya isolasi yang bagus. Hal ini berdampak pada rendahnya index polarisasi. Keuntungan dari index ratio adalah dengan banyaknya hal yang dapat mempengaruhi pembacaaan megaohm seperti suhu dan humidity baik pada 1 menit maupun 10 menit. Index polarisasi merupakan perbandingan antara nilai tahanan isolasi pada menit ke 10 dengan menit ke 1.

2.3.2              Pengukuran tangen delta

Tan delta atau sering disebut Loss Angle atau pengujian faktor disipasi adalah metoda diagnostik secara elektikal untuk mengetahui kondisi isolasi.

Jika isolasi bebas dari defect, maka isolasi tersebut akan bersifat kapasitif sempurna seperti halnya sebuah isolator yang berada diantara dua elektroda pada sebuah kapasitor.

Pada kapasitor sempurna, tegangan dan arus fasa bergeser 90o dan arus yang melewati isolasi merupakan kapasitif. Jika ada kontaminasi pada isolasi contohnya moisture, maka nilai tahanan dari isolasi berkurang dan berdampak kepada tingginya arus resistif yang melewati isolasi tersebut. Isolasi tersebut tidak lagi merupakan kapasitor sempurna. Tegangan dan arus tidak lagi bergeser 90o tapi akan bergeser kurang dari 90o.  Besarnya selisih pergeseran dari 90o merepresentasikan tingkat kontaminasi pada isolasi.

Dibawah merupakan gambar rangakaian ekivalen dari sebuah isolasi dan diagram phasor arus kapasitansi dan arus resistif dari sebuah isolasi. Dengan mengukur nilai IR / IC dapat diperkirakan kualitas dari isolasi. Pada isolasi yang sempurna, sudut akan mendekati nol. Menigkatnya sudut mengindikasikan meningkatnya arus resistif yang melewati isolasi yang berarti kontaminasi. Semakin besar sudut semakin buruk kondisi isolasi




Gambar 2.23. Rangkaian ekivalen isolasi
dan diagram phasor arus pengujian tangen delta

Pengujian tangen delta pada isolasi trafo
Sistem isolasi trafo secara garis besar terdiri dari isolasi antara belitan dengan ground dan isolasi antara dua belitan.

·         Primer – Ground
·         Sekunder – Ground
·         Tertier – Ground
·         Primer – Sekunder
·         Sekunder – Tertier
·         Primer – Tertier



Gambar 2.24. Rangkaian ekivalen isolasi trafo




Gambar 2.25. Skema rangkaian pengujian tan delta trafo

Pengujian tangen delta pada bushing
Pengujian tangen delta pada bushing bertujuan untuk mengetahui kondisi isolasi pada C1 (isolasi antara konduktor dengan center tap) yang menggambarkan kondisi isolasi kertas bushing, C2 (isolasi antara center tap dengan Ground) yang menggambarkan kondisi isolasi minyak bushing. Pengujian hot collar dilakukan untuk mengetahui kondisi keramik.



Gambar 2.26. Struktur bushing
(C1 adalah isolasi antara tap electrode dengan conduktor, C2 adalah isolasi antara tap electrode dengan ground)




Gambar 2.27. Diagram pengujian tangen delta C1 pada bushing



Gambar 2.28. Diagram pengujian tangen delta C2 pada bushing




Gambar 2.29. Diagram pengujian tangen delta hot collar pada bushing

2.3.3              Pengukuran SFRA (Sweep Frequency Response Analyzer)

SFRA adalah suatu peralatan yang dapat memberikan informasi tentang adanya pergeseran pada inti dan belitan suatu transformator. Dengan melakukan pengujian, dapat diketahui bagaimana suatu belitan memberikan sinyal bertegangan rendah dalam berbagai variasi frekuensi. Sebuah transformator adalah sebuah rangkaian impedansi dimana unsur – unsur kapasitif dan induktif  berhubungan dengan konstruksi fisik transformator. Perubahan – perubahan dalam frekuensi respons terukur dalam teknik SFRA yang mengindikasikan perubahan fisik dalam suatu transformator yang harus didentifikasi dan diinvestigasi.

Pada peralatan uji SFRA dari pabrikan Doble, alat tersebut mengaplikasikan tegangan input – V in (source dan reference) diinjeksikan pada bushing fasa (H1) sedangkan tegangan output – V out merupakan titik ukur (measurement) pada bushing netral (H0). Pada gambar 10. Titik ukur normal (H1-H0) ditandai dengan alur grafik berwarna hijau sedangkan titik ukur sebaliknya (H0-H1) ditandai dengan alur grafik berwarna biru.    



Gambar 2.30. H1 – H0 (hijau) dan H0 – H1 (biru)

Dengan demikian diperlukan konsistensi dalam melakukan pengujian sehingga tidak terdapat kesalahan interpretasi dalam diagnosa.

Gambar 1 menunjukkan contoh dimana SFRA dapat mendiagnosa sebuah short turn dalam sebuah transformator step up generator. Dalam hasil uji SFRA, setiap fasa di plot sebagai respons dalam satuan dB terhadap frekuensi dalam satuan Hz. Dalam kasus ini, respons salah satu fasa sangat berbeda terhadap dua fasa yang lain yang mengindikasikan terjadi short turn.

Gambar 2.31. Short turn satu Fasa pada Transformator Generator


Gambar 2.32. wiring pengujian SFRA

2.3.4              Ratio Test

Tujuan dari pengujian ratio belitan pada dasarnya untuk mendiagnosa adanya masalah dalam antar belitan dan seksi-seksi sistem isolasi pada trafo. pengujian ini akan mendeteksi adanya hubung singkat atau ketidaknormalan pada tap changer. Tingginya nilai resistansi akibat lepasnya koneksi atau konduktor yang terhubung ground dapat dideteksi.

Peralatan yang secara umum digunakan untuk melakukan pengujian ratio ini adalah sebuah supply tegangan AC 3 fasa 380 V
Metoda pengujiannya adalah dengan memberikan tegangan variabel pada sisi sekunder dan melihat tegangan yang muncul pada sisi primer. Dengan membandingkan tegangan sumber dengan tegangan yang muncul maka dapat diketahui ratio perbandingannya.



Gambar 2.33. Skema rangkaian pengujian Ratio Belitan


2.3.5              Pengukuran tahanan DC (Rdc)

Belitan pada trafo merupakan konduktor yang dibentuk mengelilingi / melingkari inti besi sehingga pada saat diberikan tegangan ac (Alternating current) maka belitan tersebut akan memiliki nilai induktansi (XL) dan nilai resistif (R). Pengujian tahanan dc dimaksudkan untuk mengukur nilai resistif (R) dari belitan dan pengukuran ini hanya bisa dilakukan dengan memberikan arus dc (direct current).pada belitan. Oleh karena itu pengujian ini disebut pengujian tahanan dc.

Pengujian tahanan dc dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari koneksi-koneksi yang ada di belitan dan memperkirakan apabila ada kemungkinan hubung singkat atau resistansi yang tinggi pada koneksi di belitan. pada trafo tiga fasa proses pengukuran dilakukan pada masing-masing belitan pada titik fasa ke netral.

Alat uji yang digunakan untuk melakukan pengukuran tahanan dc adalah micro ohmmeter atau jembatan wheatstoneMicro ohmmeter adalah alat untuk mengukur nilai resistif dari sebuah tahanan dengan orde μΩ (micro ohm) sampai dengan orde Ω (ohm)
           


Gambar 2.34. Micro Ohmmeter

Alat lainnya yang digunakan adalah jembatan wheatstone yang umumnya dipakai pada trafo-trafo berdaya rendah. Pada alat ini terdiri dari sebuah galvanometer, 2 buah tahanan yang nilainya tetap (R1 & R2) dan sebuah tahanan yang nilainya variable dengan lokasi bersebrangan dengan tahanan belitan yang akan diuji (Rx). 




Gambar 2.35. Rangkaian jembatan Wheatstone

Dengan memposisikan nilai dari tahanan variable sampai nilai pada galvanometer menunjukan nilai nol (arus seimbang, dimana nilai Rx sama dengan nilai tahanan variable), dapat diketahui berapa nilai pasti dari tahanan belitan yang diukur.



Gambar 2.36. Skema rangkaian pengujian Tahanan dc
Dengan micro ohmmeter




Gambar 2.37. Skema rangkaian pengujian Tahanan dc
Dengan jembatan wheatstone


2.3.6              HV test

Pengujian HV test dilakukan dengan  tujuan untuk meyakinkan bahwa ketahanan isolasi trafo sanggup menahan tegangan. Isolasi yang dimaksud adalah isolasi antara bagian aktif (belitan) terhadap ground, koneksi-koneksi terhadap ground dan antara belitan satu dengan yang lainnya.
           
Secara umum ada dua jenis pengujian HV test, Applied voltage test dan induce voltage testApplied voltage test berarti menghubungkan objek uji langsung dengan sumber tegangan uji .



Gambar 2.38. Prinsip dan rangkaian pengujian Applied voltage test

Induce voltage test berarti objek uji akan mendapatkan tegangan uji melalui proses induksi.



Gambar 2.39. Rangkaian pengujian Induce Voltage test

Berdasarkan standar IEC, pelaksanaan pengujian HV test dapat dilengkapi dengan pengujian Partial discharge (PD) untuk mengetahui kondisi isolasi trafo pada saat mendapat stress tegangan

Table 2.1. Rekomendasi pengujian PD pada pelaksanaan induce test


Besarnya tegangan uji dan lamanya proses pengujian telah diatur pada standar IEC 60076-3



Gambar 2.40. Besar dan durasi waktu pelaksanaan induce test

Dimana:
A = B = E Ã  5 menit
C = 120 * fr / fp  (sec) ≥ 15 detik
U1 = 1.1Um / √3
Ustart < 1/3*U2

ACSD :
D ≥ 5 Menit
U2 = 1.3Um (phase to phase) = 1.3Um / √3 (phase to earth)
Up (Lihat Annex D, tabel D.1 pada IEC 60076 – 3)

ACLD:
D = 60 menit untuk Um > 300 kV
D = 30 menit untuk Um < 300 kV
U2 = 1.5Um / √3 (phase to earth)
Up = 1.7Um / √3 (phase to earth)

Sebuah sistem alat uji HV test terdiri dari beberapa bagian yang terintegrasi.



Gambar 2.41. sistem alat uji HV test

2.3.7              Pengujian OLTC

a. Continuity Test
OLTC adalah bagian trafo yang berfungsi sebagai mekanisme tapping dari perubahan ratio belitan trafo. Nilai  tahanan belitan primer pada saat terjadi perubahan ratio tidak boleh terbuka (open circuit). Pengujian ini memanfaatkan Ohmmeter yang dipasang serial dengan belitan primer trafo. Setiap perubahan tap/ratio, nilai tahanan belitan diukur. 

b. Dynamic resistance
OLTC merupakan satu satunya bagian trafo yang bergerak secara mekanik. Pada umumnya OLTC dibagi menjadi dua bagian utama yaitu diverter switch dan selector switch. Fungsi daripada diverter switch adalah sebagai kontak bantu pada saat perubahan selektor switch. Karena terjadi pergerakan mekanik pada OLTC terutama pada kontak diverter switch maupun selector switch, maka pada suatu saat tertentu kontak kontak tersebut akan mengalami aus, sedangkan komponen lainnya yang terkait dengan kontak akan mengalami kelelahan bahan/fatique. Apabila keausan kontak terjadi maka luas permukaan kontak untuk mengalirkan arus tidak terpenuhi sehingga  akan terjadi panas  dan dapat juga terjadi arcing pada saat perpindahan kontak. Untuk mengetahui ketidaknormalan kerja pada OLTC khususnya yang berkaitan dengan kontak diverter maupun selektor switch maka dilakukan pengukuran dynamic resistance.

c. Pengukuran tahanan transisi & Ketebalan kontak diverter switch
Transisi resistor berfungsi untuk meredam arus yang mengalir melalui OLTC agar pada saat perpindahan selector switch tidak terjadi arcing. Untuk memastikan resistor masih tersambung dan nilai tahanannya masih memenuhi syarat, harus dilakukan pengukuan tahanan transisi.

Akibat dari kerja mekanik antara kontak gerak dan kontak diam pada diverter, kontak dapat mengalami keausan. Untuk menjaga kinerja kontak tetap baik pabrikan telah menentukan batasan dari ketebalan kontak tersebut.

2.3.8              Pengujian rele Bucholz

Rele bucholz menggunakan kombinasi limit switch dan pelampung dalam mendeteksi ketidaknormalan di transformator. Oleh karena itu perlu dipastikan limit switch dan pelampung tersebut masih berfungsi dengan baik. Indikasi alarm yang diinformasikan dari rele ke ruang kontrol disampaikan melalui kabel kontrol. Pengujian rele bucholz juga ditujukan untuk memastikan kondisi kabel kontrol masih dalam kondisi baik sehingga mala kerja rele yang berakibat pada kesalahan informasi dapat dihindari.
                       
Item-item pelaksanaan pemeliharaan Rele Bucholz adalah sebagai berikut :
  • Lepas terminasi kabel untuk kontak Alarm, kontak Trip, dan Common dikontrol panel dan diberi tagging supaya tidak keliru pada saat memasang kembali.
  • Pastikan kontak Alarm, kontak Trip, dan Common sudah lepas dengan mengukur tahanannya terhadap Ground
  • Hubungkan probe alat uji tahanan isolasi dengan tegangan uji 500 V ke terminal kontak relai Bucholtz di kontrol panel
  • Ukur tahanan isolasi kontak (fasa-fasa) dan pilih yang terkecil nilainya dari
    • Alarm – Common
    • Trip – Common
    • Alarm – Trip
  • e. Ukur tahanan isolasi pengawatan (fasa-ground) dan pilih yang terkecil nilainya dari
    • Alarm – Ground
    • Trip – Ground
    • Common – Ground
  • f. Hasil ujinya harus mempunyai nilai R>2 M_

2.3.9              Pengujian rele Jansen

Sama halnya dengan rele bucholz, indikasi alarm dari rele jansen yang diinformasikan ke ruang kontrol disampaikan melalui kabel kontrol. Pengujian rele jansen ditujukan untuk memastikan kondisi kabel kontrol masih dalam kondisi baik sehingga mala kerja rele yang berakibat pada kesalahan informasi dapat dihindari.

Item-item pelaksanaan pemeliharaan Rele Jansen adalah sebagai berikut :

  • Pada terminal blok, lakukan cek kontinuity dengan AVO meter pada terminal ukur untuk memastikan posisi dari terminal common dan kontak NO. Sebelumnya, pastikan katup penggerak pada posisi normal.
  • Ukur tahanan isolasi kontak (NO) dengan cara menghubungkan probe alat uji tahanan isolasi (tegangan uji 500 V) ke kontak NO dan Common pada terminal ukur relai jansen.
  • Mengukur tahanan isolasi terminal ukur untuk Phasa-Phasa dan Phasa-Ground.
  • Mengukur tahanan isolasi pengawatan.
  • Hasil ujinya harus mempunyai nilai sebesar R > 2 Mohm


Gambar 2.42. terminal pada rele jansen

2.3.10           Pengujian Sudden pressure

Rele sudden pressure ini didesain sebagai titik terlemah saat tekanan didalam trafo muncul akibat gangguan. Dengan menyediakan titik terlemah maka tekanan akan tersalurkan melalui sudden pressure dan tidak akan merusak bagian lainnya pada maintank. Untuk menjaga kesiapan kerja rele sudden pressure maka dilakukan pemeliharaan dengan item-item sebagai berikut:

  • Membuka terminal kontak microswitch.
  • Lakukan cek kontinuity dengan AVO meter pada terminal kontak untuk memastikan posisi kontak NO.
  • Hubungkan probe alat uji tahanan isolasi dengan tegangan uji 500 V ke terminal kontak pada relai sudden pressure.
  • Mengukur tahanan isolasi kontak untuk Phasa-Phasa dan Phasa- Ground (serta tahanan isolasi pengawatan).
  • Catat hasil pengukuran pada blanko yang telah disiapkan.
  • Hasil ujinya harus mempunyai nilai sebesar R > 2 MOhm.




Gambar 2.43. Rele Sudden pressure


2.3.11           Kalibrasi indikator suhu

Kondisi sistem isolasi trafo akan terpengaruh dengan kondisi suhu operasi trafo. oleh karena itu sangatlah penting untuk mengetahui besaran real suhu operasi dari trafo tersebut. Indikator yang digunakan untuk mendeteksi suhu tersebut adalah dengan menggunakan  thermal sensor yang disentuhkan dengan suhu minyak bagian atas. Untuk memastikan bahwa suhu yang dideteksi sensor adalah akurat maka dilakukan proses kalibrasi sensor suhu tersebut.



Gambar 2.44. Lokasi sensor suhu top oil

Proses kalibrasi yang dilakukan adalah dengan membandingkan pembacaan sensor suhu tersebut dengan pembacaan thermometer standar pada saat kedua alat pembaca suhu itu di panaskan dengan suhu yang sama. Apabila terdapat deviasi atau perbedaan penunjukan maka akan dilakukan penyesuaian penunjukan pada indikator sensor suhu.



Gambar 2.45. Indikator suhu minyak top oil


Alat yang digunakan adalah sebuah wadah / kotak yang terdiri dari sebuah heater yang suhunya telah diatur dengan menggunakan microprocessor sehingga dapat di tentukan sesuai kebutuhan.


            Gambar 2.46. Variable setting heater Tampak atas
Dimana:
1.    Sakelar utama
2.    Fuse
3.    Terminal power supply
4.    Display suhu yang terbaca
5.    Display setting suhu
6.    Tombol setting
7.    Lampu indikasi kerja elemen
8.    Terminal sensor suhu (thermocouple)
9.    plug untuk sensor suhu minyak
10.  Lubang bantu



Gambar 2.47. Komponen Variable setting heater

Dimana:
A = Sensor suhu minyak
B = Sensor suhu Standar (thermometer)
C = Elemen Pemanas
D = Kipas sirkulasi
E = Kipas sirkulasi

2.3.12           Motor kipas pendingin

Motor kipas pendingin merupakan salah satu mesin listrik yang didalam fungsinya menggunakan prinsip elektrodinamis. Bagian bagian yang perlu dipelihara dalam menjaga kinerja motor tersebut adalah belitan, isolasi, terminal dan bearing.

Untuk mengetahui baik tidaknya kondisi belitan motor dilakukan pengukuran tahanan DC dari belitan tersebut dengan menggunakan Ohm meter. Untuk memastikan bahwa sambungan dari sumber tegangan ke belitan tidak terputus dilakukan pengukuran tegangan pada terminal motor.



Gambar 2.48. Pengukuran tegangan pada terminal motor

Untuk mengetahui keseimbangan tahanan belitan antar fasa dilakukan pengukuran arus pada ketiga fasanya dan dibandigkan.



Gambar 2.49. Pengukuran arus pada terminal motor

Untuk mengetahui bahwa putaran motor tersebut memenuhi spesifikasi yang terpasang pada nameplate dilakukan pengukuran kecepatan motor dengan menggunakan tachometer.



Gambar 2.50. Pengukuran kecepatan putaran motor

2.3.13           Tahanan NGR

Neutral grounding resistor berfungsi sebagai pembatas arus dalam saluran netral trafo. Agar NGR dapat berfungsi sesuai desainnya perlu dipastikan bahwa nilai tahanan dari NGR tersebut sesuai dengan spesifikasinya dan tidak mengalami kerusakan.

Untuk mengukur nilai tahanan NGR dilakukan dengan menggunakan voltage slide regulator, voltmeter dan amperemeter.

Pada prinsipnya NGR akan diberikan beda tegangan pada kedua kutubnya dan dengan memanfaatkan pengukuran arus yang mengalir pada NGR dapat diketahui nilai tahanannya.




Gambar 2.51. Voltage slide regulator dan kabel



Gambar 2.52. Voltmeter




Gambar 2.53. Amperemeter (Tang Ampere)

Dengan memanfaatkan rumus R = V / I, dimana R adalah tahanan, V adalah tegangan dan I adalah arus maka nilai tahanan dari NGR dapat ditentukan.

2.3.14           Fire Protection

Kegagalan fungsi dari sistem isolasi trafo dapat menyebabkan gangguan pada trafo itu sendiri. Kegagalan isolasi tersebut dapat berdampak pada terbakarnya trafo dikarenakan besarnya energi gangguan yang menyebabkan suhu tinggi yang melewati titik bakar sistem isolasi (minyak dan kertas). Untuk meminimalisir / mengeliminasi dampak gangguan yang berpotensi membakar trafo, dilengkapilah trafo tersebut dengan fire protection.  

Prinsip dasar sebuah sistem fire protection adalah dengan menguras dan memutar minyak trafo dengan menggunakan aliran gas nitrogen (N2) yang bersifat tidak terbakar.

Secara garis besar sistem fire protection terdiri dari beberapa bagian yaitu shutter, detektor, control box, dan kabinet. Shutter berfungsi untuk menghentikan aliran minyak dari konservator trafo dan dipasang pada pipa penghubung antara konservator dengan tangki trafo.



Gambar 2.54. Shutter

Detektor berfungsi untuk mendeteksi kenaikan suhu akibat adanya kebakaran. Detektor dipasang pada plat tutup tangki trafo bagian atas (dekat bushing 150 kV).



Gambar 2.55. Detektor

Kontrol box berfungsi untuk mengatur bekerjanya sistem pemadam kebakaran dan tempat dipasangnya lampu-lampu indikator. Kontrol box dipasang didalam ruang kontrol. (Control room).



Gambar 2.56. Kontrol box

Kabinet Berfungsi sebagai tempat memasang peralatan sistem pemadam kebakaran seperti tabung gas nitrogen, regulator tekanan, drain valve, bandul pembuka katup 1 dan 2 pressostat, solenoid dan wiring lainnya. Kabinet ini dipasang pada sel trafo di switchyard.




Gambar 2.57. Kabinet

Proses pembukaan valve – valve pada sistem fire protection saat melakukan pengamanan trafo dari kemungkinan kebakaran dilakukan secara mekanis dan elektris.



Gambar 2.58. Rangkaian umum sistem fire protection

Proses pengamanan trafo dari kemungkinan terbakar adalah sebagai berikut:

1.    Pada saat terjadi kebakaran didalam tangki trafo maka lapisan minyak yang mencapai titik nyala adalah lapisan yang paling atas.
2.    seketika itu pula sistem pemadam kebakaran bekerja, mentripkan PMT dan dan membuka katup drain untuk membuang sebagian minyak. Pada saat ini aliran minyak pada konservator akan mengalir lebih deras sehingga mengaktifkan “shutter” dan menghentikan aliran dari konservator tersebut.

           


                                                (a)                                                        (b)

Gambar 2.59. (a) bagian-bagian fire protection
(b) langkah pertama dari proses pengamanan oleh fire protection

3.    pada saat itu juga gas nitrogen dialirkan melalui Nozle didasar tangki trafo dengan gerakan memutar mengaduk seluruh isi minyak trafo. gerakan ini dimaksudkan agar suhu seluruh minyak trafo turun dibawah titik nyalanya. Pada akhirnya seluruh permukaan minyak trafo tertutup oleh gas nitrogen yang masih mengalir



Gambar 2.60. langkah selanjutnya dari proses pengamanan oleh fire protection (masuknya N2)

Hal yang harus dilakukan dalam rangka memastikan kesiapan kerja fire protection ini adalah dengan:
1.    Mengukur tekanan N2

2.4                  SHUTDOWN FUNCTION CHECK

Shutdown function check adalah pekerjaan yang bertujuan menguji fungsi dari rele – rele proteksi maupun indikator yang ada pada transformator. Item – item yang harus di check pada saat inspeksi dan pengujian fungsi adalah sbb :

2.4.1              Rele Bucholz


Pemeliharaan pada rele bucholz dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran dan kenormalan dari fungsi pada rele tersebut. Parameter pengukuran dan pengujian fungsi rele bucholz adalah sebagai berikut :

1.    Uji mekanik, dengan menekan tombol test setelah covernya dilepas
2.    Uji pneumatik, dengan memompakan udara pada valve test sampai udara mengisi ruang bucholz dan merubah posisi bola pelampung. Buanglah udara setelah pengujian melalui sarana venting.


                                  
                                                                                                                   
Gambar 2.61. Bagian dalam rele bucholz

2.4.2              Rele Jansen

Pelaksanaan uji fungsi rele jansen adalah sebagai berikut:
  • Hubungkan kembali kabel yang telah dilepas pada terminal ukur (sesuai tanda yang diberikan). Pastikan koneksi sudah benar.
  • Kerjakan relai jansen dengan mendorong katup penggerak relai Jansen atau menekan tombol tes/control.
  • Pantau kondisi indikator trip.
  • Untuk me-reset, tekan tombol reset pada relai Jansen kemudian reset di kontrol panel.



Gambar 2.62. Bagian dalam rele jansen


2.4.3              Rele Sudden Pressure

·         Hubungkan kabel kontrol ke terminal kontak relai sudden pressure
·         Kerjakan relai sudden pressure (dengan menekan tuas relai sudden pressure ke posisi trip)
·         Amati indikasi trip pada Marshaling Kios atau Kontrol Panel
·         Catat hasil penunjukan indikator pada blanko yang telah disiapkan
·         Untuk me-reset, harus dilakukan pada relai terlebih dahulu baru reset di kontrol panel


Gambar 2.63. Tuas rele sudden pressure

2.4.4              Rele thermal

Tinggi rendahnya suhu yang terjadi pada trafo sangat berpengaruh terhadap usia trafo. Suhu operasi yang terlalu tinggi/melebihi batasan yang ditentukan, akan berakibat menurunnya nilai tahanan isolasi baik isolasi kertas maupun isolasi minyak. Untuk menjaga agar kenaikan suhu tidak melampaui batas yang ditentukan, maka pada trafo dipasang thermometer untuk memantau suhu operasi trafo dan rele thermal yang berfungsi mengamankan trafo dari adanya suhu yang melampaui batas.

Pada umumnya rele thermal terpasang menjadi satu dengan thermometer suhu yang dilengkapi dengan kontak – kontak untuk fungsi alarm dan fungsi trip. Karena perannya yang sangat penting, maka pemeliharaan terhadap thermometer dan rele thermal harus dilakukan secara periodik.

Pengujian function test rele rele thermis  hanya dapat dilakukan dengan cara simulasi kontak dengan cara menghubung singkat kontak yang ada pada rele thermis  untuk indikasi alarm dan trip ( PMT sisi primer dan  sekunder ), jika tidak trip maka harus diperbaiki terlebih  dahulu sebelum dioperasikan.


2.4.5              Oil Level

Pengujian function test oil level konservator  hanya dapat dilakukan dengan cara simulasi kontak dengan  menghubung singkat kontak yang ada pada oil level konservator  untuk indikasi alarm low oil level dan high oil level, jika alarm tidak menyala maka harus diperbaiki terlebih  dahulu sebelum dioperasikan.

2.5                  TREATMENT

Treatment merupakan tindakan korektif yang dilakukan berdasrkan hasil in service inspection, in service measurement, shutdown measurement dan shutdown function check.

2.5.1              Purification / Filter

Proses purification / filter ini dilakukan apabila berdasarkan hasil kualitas minyak diketahui bahwa pengujian kadar air dan tegangan tembus berada pada kondisi buruk.

2.5.2              Reklamasi

Hampir sama dengan proses purification / filter, proses reklamasi dilengkapi dengan melewatkan minyak pada fuller  earth yang berfungsi untuk menyerap asam dan produk-produk oksidasi pada minyak. Reklamasi dilakukan apabila berdasarkan hasil kualitas minyak diketahui bahwa pengujian kadar asam berada pada kondisi buruk.

2.5.3              Ganti minyak

Penggantian minyak dilakukan berdasarkan rekomendasi hasil pengujian kualitas minyak dan diperhitungkan secara ekonomis.

2.5.4              Cleaning

Merupakan pekerjaan untuk membersihkan bagian peralatan / komponen yang kotor. Kotornya permukaan peralatan listrik khususnya pada instalasi tegangan tinggi dapat mengakibatkan terjadinya flash over pada saat operasi atau mengganggu konektivitas pada saat pengukuran. Adapun alat kerja yang dipakai adalah majun, lap, aceton, deterjen, sekapen hijau, vacuum cleaner, minyak isolasi trafo.



Gambar 2.64. Proses pembersihan (Cleaning) NGR

2.5.5              Tightening

Vibrasi yang muncul pada transformator dapat mengakibatkan kendornya baut-baut pengikat. Pemeriksaan secara periodik perlu dilakukan terhadap baut-baut pengikat. Peralatan kerja yang diperlukan dalam melakukan pekerjaan ini adalah kunci-kunci. Pelaksanaan tightening atau pengencangan harus dilakukan dengan menggunakan kunci momen dengan nilai yang sesuai dengan spesifikasi peralatan

2.5.6              Replacing parts

Merupakan tindakan korektif yang dilakukan untuk mengganti komponen transformer akibat kegagalan fungsi ataupun berdasarkan rekomendasi pabrikan.

2.5.7              Greasing

Akibat proses gesekan dan suhu, grease-grease yang berada pada peralatan dapat kehilangan fungsinya. Untuk mengembalikan fungsinya dilakukan penggantian grease / greasing. Penggantian grease harus sesuai dengan spesifikasi grease yang direkomendasikan pabrikan. Adapaun jenis jenis grease berdasarkan jenisnya adalah sebagai berikut :
·         Ceramic / glass cleaner grease Ã  grease yang digunakan untuk membersihkan isolator yang berbahan dasar keramik atau kaca.
·         Roller bearing grease (Spray type) Ã  grease yang digunakan pada kipas trafo dan sambungan tuas penggerak OLTC
·         Electrical jointing compound / contact grease Ã  grease yang digunakan pada terminal grounding dan bushing
·         Minyak pelumas SAE 40 Ã  pelumas yang digunakan pada gardan penggerak OLTC  

2.5.8              Tabel treatment trafo


Tabel 2.2 Treatment pada trafo tenaga


3.                    ANALISA HASIL PEMELIHARAAN DAN REKOMENDASI

3.1                  ANALISA HASIL INSPEKSI (IN SERVICE INSPECTION)

Tabel 3.1 Evaluasi dan rekomendasi in service inspection










3.2                  ANALISA HASIL INSPEKSI (IN SERVICE MEASUREMENT)

           

3.2.1              Thermovisi

Tabel 3.2 Evaluasi dan rekomendasi thermovisi
No
Lokasi
Kondisi
Rekomendasi
1
Maintank



Pola Gradien suhu Maintank
Normal
-


Tidak Normal
Uji DGA



Review desain




2
OLTC



Pola Gradien suhu tanki
Normal
-


Tidak Normal
Uji DGA




3
Radiator



Pola Gradien suhu Radiator
Normal
-


Tidak Normal
Check valve radiator dan kebersihan




4
Bushing



Perbandingan suhu antar fasa
1 oC – 3oC
Dimungkinakan ada ketidaknormalan, perlu investigasi lanjut


4 oC – 15oC
Mengindikasikan adanya defesiensi, perlu dijadwalkan perbaikan.


>16oC
Ketidaknormalan Mayor, perlu dilakukan perbaikan segera





Suhu Maksimum kepala bushing
> 90o C
Lakukan investigasi penyebab





Klem  
Data Tambahan yang diperlukan untuk evaluasi hasil thermovisi adalah :  Beban saat pengukuran dan Beban tertinggi yang pernah dicapai (dalam Ampere). Selanjutnya dihitung selisih (∆) antara suhu konduktor dan klem dengan mengunakan rumus berikut :

│∆T │max = (I max/I beban)2  x │∆T │
Dimana,
│∆T │max
:
Selisih suhu saat beban tertinggi
I max
:
Beban tertinggi yang pernah dicapai
I beban
:
Beban saat pengukuran
│∆T │
:
Selisih suhu konduktor dan klem reaktor

Tabel 3.3 Evaluasi dan rekomendasi thermovisi klem
No
∆T
Rekomendasi
1.
<10o
Kondisi normal , pengukuran  berikutnya dilakukan sesuai jadwal
2.
10o-25o
Perlu dilakukan pengukuran satu bulan lagi
3.
25o-40o
Perlu direncanakan perbaikan
4.
40o-70o
Perlu dilakukan perbaikan segera
5.
>70o
Kondisi darurat


3.2.2              DGA         

Analisa hasil pengujian DGA mengacu pada standar IEEE C57 104 1991 dan IEC 60599. Diagram alir analisa hasil pengujian DGA dengan menggunakan standar IEEE C57 104 1991 adalah seperti pada
.



Gambar 3.1. Diagram alir analisa hasil pengujian DGA
(IEEE C57 104 1991)

Hasil pengujian DGA dibandingkan dengan nilai batasan standar untuk mengetahui apakah trafo berada pada kondisi normal atau ada indikasi kondisi 2, 3 atau 4. Nilai batasan standar adalah sebagai berikut


Tabel 3.4. Konsentrasi gas terlarut


Apabila nilai salah satu gas ada yang memasuki kondisi 2, maka lakukan pengujian ulang untuk mengetahui peningkatan pembentukan gas. Berdasarkan hasil pengujian dapat dilakukan investigasi kemungkinan terjadi kelainan dengan metoda key gas, ratio (Roger dan Doernenburg) dan duval.

Key Gases

    




   
Gambar 3.2. Gas-gas kunci dari hasil pengujian DGA



Rasio Doernenburg

Tabel 3.5 Ratio Doernenburg


Rasio Roger
Tabel 3.6 Ratio Roger


Untuk mengetahui rekomendasi pengujian ulang dan rekomendasi pemeliharaan dapat dilakukan analisa berdasarkan








Tabel 3.7 Action based TDCG


3.2.3              Oil Quality (karakteristik)

Minyak yang sudah terkontaminasi atau teroksidasi perlu dilakukan treatment untuk mengendalikan fungsinya sebagai minyak isolasi. Treatment terhadap minyak isolasi dapat berupa filter atau reklamasi. Untuk menentukan kapan minyak tersebut harus di treatment didasarkan atas perbandingan hasil uji terhadap batasan batasan yang termuat pada standar IEC 60422



Tabel 3.8 kategori peralatan berdasarkan tegangan operasinya



Tabel 3.9 Justifikasi kondisi pada pengujian kualitas minyak (karakteristik)

3.2.4              Furan

Berdasarkan kadar 2Furfural yang didapat dari hasil pengujian dapat diperkirakan seberapa besar tingkat penurunan kualitas yang dialami isolasi kertas didalam transformator dan berapa lama sisa umur isolasi kertas tersebut.

Tabel 3.10. Hubungan antara nilai 2Furfural dengan perkiraan DP
dan Estimasi perkiraan sisa umur isolasi kertas

No
Hasil Uji (ppm)
Keterangan
Rekomendasi
1
< 473
Ageing normal
-
2
473 – 2196
Percepatan Ageing
Periksa kondisi minyak, suhu operasi dan desain
3
2197 – 3563
Ageing berlebih – Zona bahaya
Periksa kondisi minyak, suhu operasi dan desain
4
3564 – 4918
Beresiko tinggi mengalami kegagalan
Investigasi sumber pemburukan
5
> 4919
Usia isolasi telah habis juga trafo
Keluarkan dari sistem

3.2.5              Corrosive Sulfur

Tabel 3.11. Evaluasi dan rekomendasi pengujian corrosive sulfur

No
Hasil Uji
Keterangan
Rekomendasi
1
1a – 1b
Non Corrosive
-
2
2a – 2e
Non Corrosive
-
3
3a – 3b
Suspected Corrosive
Tambahkan passivator
4
4a – 4c
Corrosive
Tambahkan passivator


3.2.6              Partial discharge


Metoda analisa terhadap hasil pengujian partial discharge adalah dengan melihat waktu dan pola munculnya sinyal PD terhadap sinyal tegangan sumber. Secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 gejala kelainan yang dapat dibedakan berdasarkan waktu dan pola munculnya sinyal PD yaitu Treeing, void dan Corona.




Gambar 3.3. Pola PD Electrical treeing



Gambar 3.4. Pola PD Void



Gambar 3.5. Pola PD Corona






3.2.7              Vibrasi & Noise


Tabel 3.12. Evaluasi dan rekomendasi pengujian vibrasi

No
Hasil Uji         (inch per second)
Keterangan
Rekomendasi
1
0,25 – 0,5
Minor
-
2
0,51 – 0,75
Tengah
Investigasi lanjutan
3
0,76 – 1
Serius
Periksa kebocoran, DGA dan level noise
4
> 1
Kritis
DGA, periksa keberadaan hot spot


3.3                  ANALISA HASIL SHUTDOWN MEASUREMENT

3.3.1              Tahanan isolasi

Pengkategorian kondisi isolasi berdasarkan hasil pengujian tahanan isolasi dilihat dari nilai tahanan isolasinya itu sendiri (megohm) dan index polarisasi (perbandingan hasil pengujian tahanan isolasi pada menit ke – 10 dengan menit ke – 1).

Nilai tahanan isolasi minimum mengacu ke rumus berikut :




Keterangan :
R         = tahanan isolasi (MΩ)
C         = 1,5 untuk oil filled transformer pada suhu 20o C
               30,0 untuk untanked oil-impregnated transformers
E          = Rating tegangan (V) antar fasa pada koneksi delta, fasa
               netral pada koneksi star
kVA     = rating kapasitas belitan yang diuji.

Kondisi isolasi berdasarkan index polarisasi




Tabel 3.13. Evaluasi dan rekomendasi metoda index polarisasi pada pengujian tahanan isolasi
No
Hasil Uji
Keterangan
Rekomendasi
1
< 1,0
Berbahaya
Investigasi
2
1,0 – 1,1
Jelek
Investigasi
3
1,1 – 1,25
Dipertanyakan
Uji kadar air minyak, uji tan delta
4
1,25 – 2,0
Baik
-
5
> 2,0
Sangat Baik
-
           

3.3.2              Tangen delta

Kondisi isolasi trafo dapat perkirakan dengan melihat hasil pengujian tangen deltanya. Dimana untuk interpretasi hasil pengujian merujuk ke standar ANSI C57.12.90.

Tabel 3.14. Evaluasi dan rekomendasi pengujian tangen delta
No
Hasil Uji (%)
Keterangan
Rekomendasi
1
< 0,5
Baik
-
2
0,5  – 0,7
Pemburukan
-
3
0,5 – 1
Periksa ulang
Periksa ulang, bandingkan dengan uji lainnya
4
> 1
Buruk
Periksa kadar air pada minyak isolasi dan kertas isolasi

3.3.3              SFRA

Analisa hasil pengujian dilakukan dengan menggunakan metode CCF (Cross Correlation Factor) dengan batasan hasil pengujian seperti pada Table 1 dengan konfigurasi pengujian H1-H0; X1-X0; Y1-Y2

Tabel 3.15. Evaluasi dan rekomendasi pengujian SFRA
No
Hasil Uji (CCF)
Keterangan
Rekomendasi
1
0,95 – 1,0
Cocok

2
0,90 – 0,95
Hampir cocok

3
< 0,89
Kurang cocok

4
≤ 0,0
Tidak atau sangat tidak cocok
Lakukan pengujian lainnya

3.3.4              Ratio test

Analisa hasil pengujian ratio test adalah membandingkan hasil pengukuran dengan name  plate ratio tegangan pada trafo dengan batasan kesalahan sebesar 0,5 % ( standart IEEE C57.125.1991 ) Jika hasil pengujian ratio test lebih dari 0,5 % maka disarankan untuk melakukan pengujian – pegujian lainnya .

3.3.5             Rdc

Analisa hasil pengujian Rdc harus diperhatikan terlebih dahulu dengan temperatur pada saat pengujian dimana pengujian yang dilakukan harus dikonversi ke temperature 85 oC ( Pengujian factory test ) dengan formula ( standart IEEEC57.125.1991 ) pengujian belitan yang terbuat dari Cu ( tembaga ).          

                                   


Dimana :
Rt        = R saat suhu belitan di oC
Rtest    = R saat uji
Tt         = Suhu pengujian (oC)
Tw       = Suhu belitan

Dan untuk belitan yang terbuat dari AL ( Alluminium ) maka dipakai angka 225, pengujian yang dilakukan bisa semua tap atau jika pengujian dilaksanakan bersama dengan pengujian continuity atau dinamic resistance cukup hanya pada tap 1 (satu). Jika hasil pengujian tidah sesuai dengan hasil perhitungan formula maka disarankan untuk melakukan pengujian-pengujian lainnya.

Dikatakan normal apabila setelah dibandingkan dengan fasa lainnya atau nilai pengujian pabrik terdapat deviasi < 5%


3.3.6              HV Test

Tabel 3.16. Evaluasi dan rekomendasi pengujian HV test
No
Item pemeriksaan
Kondisi Normal
Rekomendasi bila kondisi normal tidak terpenuhi
1
Kondisi isolasi
Tidak Collapse
Lakukan Investigasi
2
Nilai PD saat U2 selama 5 menit
< 300 pC
3
Pola PD
Tidak ada peningkatan
4
Nilai PD saat 1,1Um / √3
< 100 pC

3.3.7              OLTC

                        Tabel 3.17. Evaluasi dan rekomendasi pengujian OLTC
No
Item pemeriksaan
Kondisi Normal
Rekomendasi bila kondisi normal tidak terpenuhi
1
Pengujian kontinuitas
Tidak terjasi discintinuity arus saat perubahan tap
Lakukan pengujian dynamic resistance
2
Pengujian Dynamic resistance
Pola grafik tahanan terhadap waktu pada tiap tap sama.
lakukan inspeksi visual
3
Pengukuran tahanan transisi
Sesuai dengan nameplate
Ganti
4
Pengukuran luas permukaan kontak
Sesuai dengan manual peralatan
Ganti

3.3.8              Rele bucholz

Pengukuran tegangan DC supply

Tabel 3.18. Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele bucholz
No
Hasil Uji
Volt DC
Keterangan
Rekomendasi
1
110
Sesuai spek alat
-
2
≠ 110
Tidak sesuai
Lakukan perbaikan

Pengukuran tahanan isolasi
·         antara kontak-kontak alarm / tripping
·         Kabel pengawatan

Tabel 3.19. Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele bucholz
No
Hasil Uji
MΩ
Keterangan
Rekomendasi
1
> 2
Bagus
-
2
< 2
Tidak normal
Lakukan perbaikan

3.3.9              Rele Jansen

Pengukuran tegangan DC supply

Tabel 3.20. Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele jansen
No
Hasil Uji
Volt DC
Keterangan
Rekomendasi
1
110
Sesuai spek alat
-
2
≠ 110
Tidak sesuai
Lakukan perbaikan

Pengukuran tahanan isolasi
·         antara kontak-kontak alarm / tripping
·         Kabel pengawatan

Tabel 3.21. Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele jansen
No
Hasil Uji
MΩ
Keterangan
Rekomendasi
1
> 2
Bagus
-
2
< 2
Tidak normal
Lakukan perbaikan

3.3.10           Rele Sudden pressure  

Pengukuran tegangan DC supply

Tabel 3.22. Evaluasi dan rekomendasi pengujian sumber DC pada rele sudden pressure
No
Hasil Uji
Volt DC
Keterangan
Rekomendasi
1
110
Sesuai spek alat
-
2
≠ 110
Tidak sesuai
Lakukan perbaikan

Pengukuran tahanan isolasi
·         antara kontak-kontak alarm / tripping
·         Kabel pengawatan

Tabel 3.23. Evaluasi dan rekomendasi pengujian tahanan isolasi pada rele sudden pressure
No
Hasil Uji
MΩ
Keterangan
Rekomendasi
1
> 2
Bagus
-
2
< 2
Tidak normal
Lakukan perbaikan

3.3.11           Kalibrasi indikator suhu

Perbandingan pembacaan suhu thermocouple dengan thermometer standar

Tabel 3.24. Evaluasi dan rekomendasi
hasil perbandingan thermocouple dengan thermometer standar
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi

0 – 2,5
Normal
-

> 2,5
Tidak Normal
Lakukan penyesuaian setting

3.3.12           Motor kipas

Deviasi perbandingan pengukuran kecepatan putaran motor dengan nameplate.

Tabel 3.25. Evaluasi dan rekomendasi  deviasi kecepatan motor
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi

<5
Normal
-

>5
Tidak Normal
Dilakukan perbaikan

Deviasi perbandingan pengukuran arus motor dengan nameplate.

Tabel 3.26. Evaluasi dan rekomendasi  deviasi nilai arus motor
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi

<5
Normal
-

>5
Tidak Normal
Dilakukan perbaikan


Pengukuran tahanan isolasi antar belitan

Tabel 3.27. Evaluasi dan rekomendasi  pengujian tahanan isolasi pada motor
No
Hasil Uji
MΩ
Keterangan
Rekomendasi
1
> 2
Bagus
-
2
< 2
Tidak normal
Lakukan perbaikan

3.3.13           NGR


Pengukuran tahanan isolasi :
·         Elemen – Ground
·         Body – ground

Tabel 3.28. Evaluasi dan rekomendasi  pengujian tahanan isolasi pada NGR
No
Hasil Uji
MΩ
Keterangan
Rekomendasi
1
> 2
Bagus
-
2
< 2
Tidak normal
Lakukan perbaikan

Pengukuran tahanan pentanahan :

Tabel 3.29. Evaluasi dan rekomendasi  pengujian tahanan pentanahan pada NGR
No
Hasil Uji
Ω
Keterangan
Rekomendasi
1
< 1
Bagus
-
2
> 1
Tidak normal
Lakukan perbaikan

Perbandingan hasil pengukuran nilai tahanan NGR dengan nameplate

Tabel 3.30. Evaluasi dan rekomendasi  pengukuran nilai tahanan pada NGR
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi
1
± 10
Bagus
-
2
> 10
Tidak normal
Lakukan pembersihan / perbaikan / penggantian



3.3.14           Fire protection

Deviasi perubahan Tekanan N2

Tabel 3.31. Evaluasi dan rekomendasi  deviasi perubahan N2
No
Hasil Uji
(%)
Keterangan
Rekomendasi
1
<5
Sesuai dengan spesifikasi
-
2
>5
Tidak sesuai spesifikasi
Penambahan tekanan N2


3.4                  ANALISA HASIL (SHUTDOWN FUNCTION CHECK)

3.4.1              Rele Bucholz

Uji fungsi dengan menghubung singkatkan terminal kontrol

Tabel 3.32. Evaluasi dan rekomendasi  hasil uji fungsi rele bucholz
No
Hasil Uji

Keterangan
Rekomendasi
1
Trip dan indikasi muncul
Bagus
-
2
Tidak Trip dan atau indikasi tidak muncul
Tidak normal
Lakukan perbaikan



3.4.2              Rele Jansen

Uji fungsi dengan menghubung singkatkan terminal kontrol

Tabel 3.33. Evaluasi dan rekomendasi  hasil uji fungsi rele jansen
No
Hasil Uji

Keterangan
Rekomendasi
1
Trip dan indikasi muncul
Bagus
-
2
Tidak Trip dan atau indikasi tidak muncul
Tidak normal
Lakukan perbaikan


3.4.3              Rele sudden pressure

Uji fungsi dengan menghubung singkatkan terminal kontrol

Tabel 3.34. Evaluasi dan rekomendasi  hasil uji fungsi rele sudden pressure
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi
1
Trip dan indikasi muncul
Bagus
-
2
Tidak Trip dan atau indikasi tidak muncul
Tidak normal
Lakukan perbaikan


3.4.4              Rele thermis

Uji fungsi dengan menghubung singkatkan terminal kontrol

Tabel 3.35. Evaluasi dan rekomendasi  hasil uji fungsi rele thermis
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi
1
Trip dan indikasi muncul
Bagus
-
2
Tidak Trip dan atau indikasi tidak muncul
Tidak normal
Lakukan perbaikan


3.4.5              Oil Level

Uji fungsi dengan menghubung singkatkan terminal kontrol

Tabel 3.36. Evaluasi dan rekomendasi  hasil uji fungsi oil level
No
Hasil Uji
%
Keterangan
Rekomendasi
1
Trip dan indikasi muncul
Bagus
-
2
Tidak Trip dan atau indikasi tidak muncul
Tidak normal
Lakukan perbaikan


3.5                  TREATMENT

Tabel 3.37. Item-item shutdown treatment



4.        URAIAN PEKERJAAN PEMELIHARAAN

Tabel 4.1 Uraian pekerjaan pemeliharaan









DAFTAR ISTILAH

In service
:
Kondisi bertegangan
In service  inspection
:
Pemeriksaan dalam kondisi bertegangan dengan panca indera
In service measurement
:
pemeriksaan/pengukuran dalam kondisi bertegangan dengan alat bantu.
Shutdown testing
:
Pengujian/pengukuran dalam keadaan tidak bertegangan
Shutdown function check
:
Pengujian fungsi dalam keadaan tidak bertegangan
Online Monitoring
:
Monitoring peralatan secara terus menerus melalui alat ukur terpasang

Index

 
jika ingin menyalin sebagian atau keseluruhan isi halaman ini, mohon cantumkan sumber alamat tautan ini